Soal Perdebatan Justice Collaborator, Pakar Hukum Sayangkan Tidak Adanya Sistem Peradilan Terintegrasi
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daftar Blog Saya

    Soal Perdebatan Justice Collaborator, Pakar Hukum Sayangkan Tidak Adanya Sistem Peradilan Terintegrasi

    Kabartujuhsatu
    Minggu, 22 Januari 2023, Januari 22, 2023 WIB Last Updated 2023-01-23T00:59:43Z
    masukkan script iklan disini

    Jakarta, Kabartujuhsatu.news, – Pakar hukum sekaligus Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), Firman Wijaya mengaku terkejut terkait tuntutan yang diberikan jaksa terhadap pelaku justice collaborator, Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

    Dirinya bahkan menyesalkan hubungan Kejaksaan dan Lembaga Peduli Saksi dan Korban (LPSK) terkait beban hukum yang diterima Richard Eliezer selaku pembuka fakta.

    “Terus terang Saya menyesalkan konflik kelembagaan antara Kejaksaan dengan LPSK. Itu menunjukkan tidak ada koordinasi yang jelas,” ujar Firman dalam sesi wawancara yang dilakukan Kompas TV, Jumat (20/1).

    Akibat keputusan kejaksaan yang tidak memberikan rasa keadilan terhadap pengaju justice collaborator, ia mengatakan hal itu membawa kerugian dalam penengakan hukum di Indonesia.

    “Hal ini membuat posisi Justice Collaborator menjadi posisi yang tidak menguntungkan dalam sistm penengakan hukum di Indonesia,” bebernya.

    Padahal, menurut Firman, political justice collaborator itu harapannya adalah sang pembuka fakta yang merupakan bagian dalam (inner circle) dari sebuah peristiwa kejahatan yang sulit diungkap dan membutuhkan kejujuran seseorang untuk berani menyampaikan secara terbuka apa yang telah terjadi dapat memudahkan sebuah pengungkapan kasus.

    Sayangnya, kata dia, harapan itu terasa pupus setelah menyaksikan keputusan kejaksaan yang sama sekali tidak mengindahkan posisi penting justice collaborator.

    “Memang apa yang disampaikan Jaksa Agung Muda pidana umum, bahwa LPSK intervensi sungguh mengejutkan dan menunjukkan bahwa tidak ada sistem peradilan yang terintegrasi,” ujarnya.

    Sebelumnya, tuntutan 12 tahun penjara diberikan kepada Eliezer dibandingkan Putri Candrawathi yang hanya 8 tahun penjara.

    Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memberikan tuntutan kepada 5 tersangka pembunuhan berancana Yosua Hutabarat.

    Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup. Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal dituntut 8 tahun penjara. Kemudian Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara.

    (Red/y@fi)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini