Soppeng, Kabartujuhsatu.news, Tradisi adat Bugis Pattaungeng kembali digelar tahun ini dengan mengangkat tema “Ade’ Malebbina Soppeng”. Prosesi budaya yang sarat nilai kearifan lokal tersebut dijadwalkan berlangsung pada 6 Desember 2025 di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lejja, salah satu destinasi unggulan Kabupaten Soppeng yang dikenal dengan sumber air panas alaminya.
Pattaungeng merupakan ritual tahunan masyarakat Bugis, khususnya di Soppeng, yang biasanya dipusatkan di lokasi sumber mata air.
Bagi masyarakat setempat, mata air dipandang bukan hanya sebagai unsur alam, tetapi juga sebagai simbol keberlanjutan hidup, sumber pertanian, serta keseimbangan ekologis.
Melalui ritual ini, masyarakat menyampaikan rasa syukur atas limpahan air yang menopang kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Pattaungeng juga menjadi bentuk penghormatan terhadap leluhur yang mewariskan ade’ atau aturan adat mengenai hubungan harmonis antara manusia dan alam. Tema “Ade’ Malebbina Soppeng” menegaskan komitmen masyarakat dalam menjaga nilai-nilai adat Bugis yang masih dijadikan pedoman hingga saat ini.
Ritual adat ini turut memperkuat solidaritas sosial masyarakat. Seluruh lapisan usia terlibat dalam persiapan maupun pelaksanaan acara, mulai dari gotong royong, penyajian sesajian adat, hingga pendampingan prosesi.
Interaksi tersebut menjadi ruang pewarisan nilai budaya dari tetua adat kepada generasi muda, sekaligus memperkokoh identitas orang Bugis Soppeng.
Direktur Perseroda Lamataesso Mattappa, pengelola TWA Lejja, Musdar Asman, menyampaikan bahwa pelaksanaan Pattaungeng tahun ini dirancang untuk berkaitan langsung dengan pengembangan pariwisata daerah.
Menurutnya, kolaborasi budaya dan pariwisata menjadi strategi penting untuk memperkenalkan Soppeng secara lebih luas.
“Pattaungeng adalah warisan budaya yang harus terus kita hidupkan. Tradisi ini mengajarkan rasa syukur, kebersamaan, dan hubungan selaras antara manusia dan alam.
Di Lejja, nilai-nilai itu sangat terasa karena dipusatkan pada sumber mata air yang menjadi berkah bagi masyarakat,” ujarnya.
Musdar menambahkan bahwa penyelenggaraan ritual adat di kawasan wisata menciptakan ruang baru bagi promosi wisata berbasis budaya.
“Kami ingin menunjukkan bahwa Lejja bukan hanya destinasi pemandian air panas, tetapi juga ruang budaya.
"Dengan menghadirkan Pattaungeng, pertunjukan seni tradisional, dan tema ‘Ade’ Malebbina Soppeng’, wisatawan dapat merasakan pengalaman lengkap: alamnya indah, budayanya kuat, masyarakatnya ramah. Ini bagian dari strategi pengembangan wisata berbasis budaya,” jelasnya.
Rangkaian Pattaungeng 2025 di TWA Lejja akan dimulai sejak pagi hingga siang melalui prosesi adat, kemudian dilanjutkan dengan pentas budaya pada sore hingga malam hari.
Sejumlah kesenian tradisional akan ditampilkan, di antaranya Massure’, Mappadendang, Maggiri, Tari Pakkuru Sumange, Sere Afi, Tari Kreasi, serta penampilan Band Langgam.
Dengan perpaduan ritual adat dan pertunjukan seni, Pattaungeng diharapkan dapat memperkuat ketahanan budaya masyarakat Soppeng sekaligus meningkatkan daya tarik wisata TWA Lejja.
Tradisi ini menjadi bukti bahwa budaya, alam, dan masyarakat dapat berjalan beriringan dalam menjaga warisan leluhur serta mendorong pengembangan pariwisata daerah secara berkelanjutan.
(Red)



