Mandailing Natal, Kabartujuhsatu.news, Upaya konfirmasi yang dilakukan jurnalis terkait pelayanan publik desa yang buruk di Mandailing Natal (Madina), justru menuai respons tidak profesional dari pihak pemerintah daerah.
Pesan WhatsApp yang dikirim kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), serta Inspektorat Madina, tidak mendapatkan jawaban. Bahkan, nomor jurnalis yang mengajukan pertanyaan, justru sudah diblokir oleh kedua pejabat tersebut.
Kondisi ini menimbulkan dugaan serius adanya pembiaran terhadap persoalan pelayanan publik desa yang hingga kini belum ditangani secara serius.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah kantor desa di Kecamatan Bukit Malintang seperti Malintang Jae, Lambou Darul Ihsan, dan Pasar Baru Malintang, diketahui tutup pada jam kerja dan tidak menjalankan pelayanan dasar bagi warga.
Padahal, Kepala Dinas PMD Irsal Pariadi pernah menyatakan akan memberi punishment tegas kepada kepala desa yang tidak menjalankan pelayanan. Namun, kenyataan di lapangan berbeda jauh dari pernyataan tersebut.
Sikap diam dan pemblokiran akses komunikasi oleh pejabat publik terhadap jurnalis, menimbulkan pertanyaan lebih luas: apakah benar pengawasan dilakukan? Atau semua hanya formalitas semata?
"Sebagai jurnalis, saya hanya ingin mendapatkan jawaban resmi, bukan malah diblokir. Ini mencederai prinsip keterbukaan informasi publik," ujar salah satu wartawan lokal yang mengalami kejadian tersebut.
Dugaan bahwa Dinas PMD dan Inspektorat melakukan pembiaran terhadap ketidakberfungsian pemerintahan desa semakin menguat di mata publik, apalagi disertai sikap yang menutup akses komunikasi.
Pengamat kebijakan publik menilai, pemblokiran terhadap jurnalis merupakan bentuk pengabaian terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas yang semestinya dijunjung tinggi oleh pemerintah.
Masyarakat kini menanti tindakan konkret dari Bupati Mandailing Natal, termasuk penegakan aturan terhadap jajarannya sendiri, yang justru terkesan antikritik dan tidak profesional.
(Magrifatulloh).