Medan, Kabartujuhsatu.news, Pergerakan Mahasiswa Anti Korupsi (PERMAK) kembali menggelar aksi unjuk rasa untuk keempat kalinya di depan Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Rabu (3/12/2025).
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa mendesak Kejati segera mengambil alih dan menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan Smart Board di Kabupaten Langkat, Kota Tebing Tinggi, serta Dinas Pendidikan Sumatera Utara.
Ketua Aksi PERMAK, Asril Hasibuan, menegaskan bahwa pihaknya menuntut Kejati Sumut untuk memanggil dan menetapkan sebagai tersangka terhadap tiga pejabat yang diduga kuat menjadi inisiator utama proyek, yaitu F.H (mantan Pj Bupati Langkat), M.H (Pj Wali Kota Tebing Tinggi), serta A.H.L (Kadisdik Sumut saat itu).
PERMAK menilai proses hukum berjalan lamban, terutama terhadap tiga pejabat tersebut. Padahal, sejumlah pejabat di Dinas Pendidikan serta pihak rekanan proyek pada ketiga daerah telah lebih dulu ditahan di Rutan Kelas I Medan.
Menurut PERMAK, F.H diduga menjadi aktor utama yang memaksakan penganggaran proyek Smart Board di Disdik Langkat, Tebing Tinggi, maupun Provinsi Sumut.
Khusus di Kabupaten Langkat, nilai proyek mencapai Rp 50 miliar, ditambah pengadaan meubilair Rp 50 miliar, sehingga total anggaran yang disebut-sebut dipaksakan F.H mencapai Rp 100 miliar dalam APBD Perubahan 2024.
Namun, ketika dipanggil Kejari Langkat, F.H dilaporkan dua kali mangkir dengan alasan sakit dan dinas luar. Hal inilah yang menurut PERMAK harus segera ditangani Kejati Sumut dengan mengambil alih kasus tersebut.
Di sisi lain, M.H selaku Pj Wali Kota Tebing Tinggi serta A.H.L yang saat itu menjabat Kadisdik Provsu juga dituding ikut memaksakan agar anggaran Smart Board dimasukkan dalam APBD Perubahan 2024.
PERMAK menilai keduanya bertanggung jawab dan meminta Kejati Sumut untuk segera memproses mereka secara hukum.
Asril Hasibuan dalam orasinya menyebutkan bahwa proyek Smart Board di Langkat, Tebing Tinggi, dan Disdik Sumut tersebut diduga kuat dilaksanakan pada penghujung tahun anggaran dengan motif politik, yaitu untuk membantu pemenangan salah satu calon gubernur Sumatera Utara kala itu.
“Ini adalah perampokan uang rakyat. Kami menuntut Kejati Sumut tidak menjadikan hukum sebagai pisau tumpul ke atas,” tegas Asril.
Ia memastikan PERMAK akan terus mengawal kasus tersebut hingga semua pihak yang terlibat—termasuk F.H, M.H, dan A.H.L—diproses hukum dan “dipakaikan rompi oranye.”
Para pengunjuk rasa akhirnya diterima oleh perwakilan Kejati Sumut, yaitu Ira dan D.L.H. Dalam pertemuan tersebut, Kejati menyampaikan bahwa F.H memang telah dipanggil dua kali oleh Kejari Langkat namun mangkir dengan berbagai alasan.
D.L.H memastikan bahwa pemanggilan ketiga akan segera dilakukan, dan bila F.H kembali mangkir, maka penjemputan paksa akan dilakukan.
Aksi mahasiswa berakhir dengan damai, namun PERMAK menegaskan bahwa perjuangan mereka belum selesai dan akan terus mengawal kasus tersebut hingga para pelaku benar-benar ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
(RZ)




