Surabaya, Kabartujuhsatu.news, Gelombang desakan pencopotan Sekretaris Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Sekdispora) Jawa Timur kembali mencuat setelah organisasi masyarakat Solidaritas Satu Cita menggelar aksi protes di depan Kantor Dispora Jawa Timur dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Selasa (09/12/2025).
Organisasi tersebut menilai pimpinan Dispora gagal menjalankan fungsi pelayanan publik dan diduga melakukan pembiaran terhadap pelanggaran etik yang terjadi di internal dinas.
Koordinator Solidaritas Satu Cita, Noval Aqim, menegaskan bahwa lemahnya respons pemerintah terhadap laporan masyarakat menunjukkan rendahnya integritas dalam tubuh birokrasi Jawa Timur.
“Dispora Jawa Timur bukan milik pribadi. Ketika laporan masyarakat diabaikan dan pelanggaran dibiarkan, itu artinya Sekdispora sudah tidak layak memimpin,” tegas Noval dalam orasinya.
Aksi protes yang diikuti puluhan peserta ini menyoroti sejumlah dugaan pelanggaran etik yang dinilai tidak ditangani secara transparan oleh pihak Dispora maupun BKD Jawa Timur.
Selain mendesak pencopotan Sekdispora, Solidaritas Satu Cita juga menyoroti dugaan kasus perselingkuhan yang melibatkan seorang ASN di lingkungan Dispora yang beberapa waktu terakhir menjadi pembicaraan hangat di kalangan pegawai maupun publik.
Menurut mereka, proses pemeriksaan internal dinilai tidak transparan dan justru menunjukkan adanya upaya untuk melindungi pejabat tertentu.
Juru bicara Solidaritas Satu Cita menyampaikan:
“ASN seharusnya menjadi panutan. Jika benar ada perselingkuhan, prosesnya harus transparan dan tegas. Bukan malah seperti ditutup-tutupi dan dilantik kembali".
ASN tersebut sebelumnya dijatuhi sanksi berupa penurunan jabatan dari eselon 3 ke eselon 4 disertai pembinaan selama 12 bulan. Namun, publik dipertanyakan setelah Gubernur Jawa Timur bersama BKD kembali menaikkan jabatan ASN itu ke posisi yang lebih tinggi setelah masa sanksinya selesai.
Keputusan tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip pembinaan dan disiplin ASN yang seharusnya memberikan efek jera serta menjaga marwah profesionalisme aparatur negara.
Solidaritas Satu Cita menilai pelantikan kembali ASN bermasalah itu sebagai langkah inkonsisten yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan di Jawa Timur.
Noval menyampaikan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga memberikan contoh buruk bagi ASN lain dalam menjalankan tugas dan etika.
“Publik berhak tahu alasan dan dasar hukum keputusan itu. Jika ada pelanggaran serius, seharusnya ada ketegasan, bukan malah promosi.”
Keputusan tersebut dinilai memperkuat dugaan bahwa proses penanganan pelanggaran etik ASN selama ini tidak berjalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Solidaritas Satu Cita menegaskan bahwa mereka telah menyiapkan langkah lanjutan dengan mengirimkan surat resmi kepada Gubernur Jawa Timur, DPRD Jawa Timur, Dispora, serta Inspektorat Provinsi.
Mereka juga menyatakan siap mengerahkan massa yang lebih besar apabila tuntutan mereka tidak ditanggapi.
“Kami tidak ingin birokrasi di Jawa Timur dipimpin oleh orang yang tidak profesional dan tidak tegas terhadap pelanggaran etik. Jika tuntutan ini diabaikan, kami akan turun dengan massa yang lebih besar,” tegas Noval.
Mereka berharap kejadian ini menjadi pengingat bahwa prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas harus ditegakkan terutama ketika menyangkut pejabat publik dan aparatur sipil negara.
(Redho)



