Medan, Kabartujuhsatu.news,
Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menimpa anak di bawah umur asal Kota Medan kembali mencuat ke ruang publik dan memantik keprihatinan luas. Rabu (24/12/2025).
Peristiwa ini menjadi sorotan tajam setelah muncul dugaan bahwa aparatur pemerintahan tingkat kelurahan hingga kepala lingkungan (Kepling) di Kelurahan Tegal Sari II, Kecamatan Medan Area, terkesan tutup mata dan tidak menunjukkan empati maupun respons cepat terhadap korban.
Korban diketahui bernama Nabila (N), seorang anak di bawah umur yang berdomisili di Jalan Seto Gang Sentosa, Kecamatan Medan Area.
Ia diduga menjadi korban jaringan TPPO lintas daerah yang merekrut anak-anak melalui media sosial dengan modus tawaran pekerjaan bergaji besar di Pekanbaru, Provinsi Riau.
Menurut pengakuan korban, sejak kasus ini mencuat ke permukaan, tidak ada langkah konkret berupa pendampingan psikologis, perlindungan hukum, maupun bantuan sosial dari pihak kelurahan maupun kepala lingkungan setempat.
Padahal, secara struktural, kelurahan dan kepling merupakan garda terdepan pemerintah dalam mendeteksi, mencegah, dan menangani persoalan sosial, khususnya yang menyangkut kelompok rentan seperti anak-anak.
“Saya sangat kecewa. Saya dan keluarga bingung harus mengadu ke mana. Aparat kelurahan yang seharusnya melindungi justru seperti tidak peduli. Seolah-olah ini bukan masalah serius,” ujar Nabila dengan nada pilu.
Kekecewaan tersebut memperkuat dugaan publik bahwa terdapat kelalaian fungsi pengawasan sosial di tingkat pemerintahan paling bawah.
Sementara itu, aparat kepolisian di Pekanbaru dilaporkan telah berhasil memulangkan satu korban dugaan TPPO ke daerah asal. Namun demikian, hingga berita ini diturunkan, pelaku utama dan jaringan perekrut belum berhasil diamankan.
Situasi ini semakin mengkhawatirkan setelah muncul laporan bahwa satu anak asal Medan lainnya yang diduga menjadi korban TPPO berhasil melarikan diri dari lokasi penyekapan.
Fakta tersebut mengindikasikan kuatnya jaringan sindikat perdagangan orang lintas provinsi yang masih aktif beroperasi.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar terkait efektivitas pengawasan dan respons cepat aparatur pemerintah setempat, mulai dari kepala lingkungan, Lurah, hingga Camat.
Pengamat sosial menilai bahwa pembiaran atau lambannya respons dalam kasus yang melibatkan anak di bawah umur dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip perlindungan anak, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak serta regulasi terkait TPPO.
Terlebih, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto sebelumnya telah menegaskan bahwa setiap kasus kejahatan terhadap anak harus ditangani secara cepat, serius, dan tanpa kompromi. Oleh karena itu, sikap diam atau pasif aparatur di tingkat bawah dinilai tidak sejalan dengan komitmen nasional pemberantasan perdagangan orang.
Sebagai bentuk kepedulian dan kontrol sosial, Gabungan Awak Media Medan Bersatu (GAMMB) menyatakan akan melakukan penelusuran langsung ke Pekanbaru guna mengungkap lebih jauh dugaan jaringan TPPO yang menjadikan anak-anak asal Medan sebagai korban.
Dalam pernyataan resminya, GAMMB juga mendesak Wali Kota Medan, Rico Waas, agar segera turun tangan dan mengambil langkah tegas, termasuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja aparatur Kelurahan Tegal Sari II beserta jajaran terkait.
Langkah ini dinilai penting agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah tidak semakin tergerus, serta memastikan bahwa kasus serupa tidak kembali terulang di masa mendatang.
Kasus dugaan TPPO ini diharapkan tidak berhenti pada simpati dan wacana semata.
Publik mendesak adanya tindakan nyata, penegakan hukum yang tegas, serta perlindungan maksimal bagi para korban.
Perdagangan orang, terlebih yang menyasar anak di bawah umur, merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus dilawan secara kolektif, tanpa pembiaran, tanpa kompromi, dan tanpa pandang bulu.
Laporan: Fitri NST




