Medan, Kabartujuhsatu.news, Politisi Aceh, Jamaluddin Idham, melontarkan kritik keras terhadap kebijakan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution yang merazia kendaraan berplat BL asal Aceh dan bahkan mendorong agar pemiliknya mengganti plat menjadi BK.
Jamaluddin menilai kebijakan tersebut keliru dan berpotensi memicu gesekan antarwilayah.
Ia menegaskan, sesuai aturan, plat nomor kendaraan berlaku secara nasional sehingga tidak bisa dibatasi hanya karena perbedaan kode wilayah.
“Gubsu harus memahami regulasi. Plat kendaraan yang dikeluarkan di provinsi manapun berlaku sah di seluruh Indonesia. Kebijakan seperti ini justru bisa merusak hubungan Aceh dan Sumut yang selama ini harmonis,” kata Jamaluddin dalam keterangannya, Sabtu (28/9).
Menurutnya, hubungan kedua daerah memiliki sejarah panjang, terutama dalam perdagangan, jasa angkutan barang, hingga transportasi penumpang yang menjadi penopang perekonomian bersama.
Ia mengingatkan, keputusan sepihak yang diskriminatif dapat mengganggu silaturahmi sekaligus arus ekonomi.
“Seorang pemimpin harus dewasa dalam mengambil kebijakan. Kemarin persoalan pulau, sekarang plat kendaraan".
"Jangan sampai karena keputusan yang tidak bijak, relasi antarwilayah jadi terganggu,” tegasnya.
Jamaluddin juga menolak alasan kondisi jalan rusak dijadikan dasar kebijakan tersebut.
Ia menjelaskan, pembangunan dan perbaikan jalan nasional dibiayai oleh APBN maupun APBD provinsi, serta sudah ada aturan jelas mengenai spesifikasi kendaraan yang boleh melintas.
Ia menambahkan, jumlah kendaraan berplat BK yang masuk ke Aceh jauh lebih banyak dibandingkan kendaraan BL yang melintas ke Sumut.
Dengan kondisi itu, ia menilai justru Sumut yang lebih diuntungkan dari sisi perdagangan.
“Secara ekonomi, Aceh justru lebih terbuka. Jadi, mengapa Gubsu mempermasalahkan plat BL? Kebijakan ini tidak masuk akal,” ujarnya.
Atas dasar itu, Jamaluddin mendesak Presiden untuk turun tangan memberikan teguran keras kepada Gubernur Sumut.
Ia berharap pemerintah pusat bisa meluruskan arah kebijakan agar tidak menimbulkan keresahan masyarakat.
“Kebijakan ini harus dihentikan. Presiden wajib menegur Gubsu supaya tidak menimbulkan kegaduhan dan potensi konflik antarwilayah,” pungkasnya.
(Red)