Surabaya, Kabartujuhsatu.news, Dewan Pusat Aliansi Madura Indonesia (AMI) melayangkan kritik keras terhadap keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menyunat hukuman Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dari 12 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Ketua Umum AMI, Baihaki Akbar, menyebut keputusan tersebut sebagai bukti nyata eksistensi mafia hukum di lembaga peradilan tertinggi Indonesia.
“(Penyunatan vonis Gazalba Saleh) menunjukkan bahwa benar, mafia hukum itu ada di pengadilan".
"Ia menjangkiti Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya,” tegas Baihaki dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (27/6/2025).
Baihaki menilai hukuman 10 tahun penjara yang dijatuhkan terhadap Gazalba terlalu ringan dan tidak sebanding dengan jabatan serta pelanggaran yang dilakukan.
Menurutnya, seorang hakim agung yang seharusnya menjadi ‘wakil Tuhan’ justru mencederai hukum dan keadilan melalui praktik korupsi dan pencucian uang.
“Seharusnya pidana yang dijatuhkan itu maksimal. Bahkan mestinya lebih tinggi dari tuntutan. Kalau tidak salah, tuntutannya 15 tahun. Awalnya divonis 10 tahun, bandingnya naik jadi 12 tahun, sekarang malah kembali turun ke 10 tahun di kasasi,” ujar Baihaki kecewa.
Ia menilai penyunatan vonis ini merupakan langkah mundur dalam upaya pemberantasan korupsi. Alih-alih memberi efek jera, keputusan MA ini dinilai membuka ruang kompromi bagi para pelaku korupsi.
“Putusan ini harus menjadi pembelajaran. Sudah berkali-kali Mahkamah Agung tercoreng oleh kasus semacam ini. Harus ada perbaikan menyeluruh di tubuh MA,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Baihaki juga menyoroti kebijakan pemerintah menaikkan gaji hakim sebagai upaya mencegah korupsi. Menurutnya, langkah itu tidak menyentuh akar persoalan.
“Gazalba itu gajinya sudah ratusan juta per bulan. Mau dinaikkan jadi berapa lagi supaya tidak korupsi? Tidak ada titik puas bagi orang serakah. Solusinya adalah perbaikan sistem pengawasan dan manajemen SDM,” kritiknya.
Sebagai informasi, Mahkamah Agung dalam putusan nomor 4072 K/PID.SUS/2025 yang diketok pada Kamis (19/6) memutuskan mengurangi hukuman Gazalba menjadi 10 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti sebesar Rp 500 juta subsider 1 tahun penjara.
Putusan ini diketok oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Yanto. Hukuman tersebut kembali ke vonis awal yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, sebelum sempat diperberat menjadi 12 tahun penjara di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
(Redho)