Yulia Lahudra : Indonesia Perlu Pemimpin Yang Bijak dan Perkasa Seperti Ki Semar dan Maha Patih Gajah Mada
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates


    Daftar Blog Saya

    Yulia Lahudra : Indonesia Perlu Pemimpin Yang Bijak dan Perkasa Seperti Ki Semar dan Maha Patih Gajah Mada

    Kabartujuhsatu
    Senin, 29 November 2021, November 29, 2021 WIB Last Updated 2021-11-30T02:36:43Z
    masukkan script iklan disini

    Kabartujuhsatu, Jakarta, -Sosok Ki Semar dan Maha Patih Gajah Mada ada pada sosok Eko Sriyanto Galgendu, salah satu pemimpin spiritual Indonesia yang tak pernah lelah terus mengobarkan semangat kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual bagi bangsa Indonesia untuk kemudian mempersatukan bangsa-bangsa di dunia.

    Cita-cita besar ini telah dimulai oleh Ketua GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) sekaligus Ketua Forum Lintas Agama sebagai kelanjutan dari gagasan Bersama Gus Dur dan Susuhunan Mangku Negoro XII, serta Habib Khirzin bersama sejumlah tokoh agama Budha serta Hindu di Indonesia.

    Gagasan bersama ini tertuang dalam akte notaris sejak beberapa tahun silam, semasa sejumlah tokoh tersebut masih hidup. Atas dasar itu pula, Eko Sriyanto Galgendu terus berjuang, karena memegang amanah dari para tokoh tersebut, tidak cuma secara lisan, tetapi tertuang secara secara resmi tertulis dalam akte notaris. 

    “Hanya saja karena keterbatasan dalam banyak hal, semua berjalan semampu saya saja”, kata Eko Sriyanto Galgendu pada suatu kesempatan ngobrol santai bersama di Rumah Makan Ayam Ancur yang dikelolanya hingga kini sampai memiliki sejumlah counter di berbagai tempat.

    Sebagai pengusaha kuliner yang terbilang sukses, Rumah Makan Ayam Ancur yang diawalinya dari Jalan Juanda Raya Jakarta Pusat ini telah memiliki sejumlah cabang dengan 16 armada mobil toko yang berada di berbagai lokasi strategis.

     Namun semangat dan gairahnya untuk terus membangkitkan kesadaran dan pemahaman spiritual bangsa Indonesia agar  memimpin dunia dalam arti budaya atau perdadaban baru di masa mendatang, terus dilakukannya seperti tiada lelah.

    Setidaknya, hikmah dari pergulatannya menekuni laku spiritual telah memberinya banyak teman dari berbagai kalangan. Mulai dari pengusaha hingga pejabat tinggi sipil maupun militer. 

    Tentu saja yang tidak kalah banyak adalah para tokoh agama-agama yang ada di Indonesia serta dari kalangan keraton – Raja dan Ratu, Sultan maupun Susuhunan – karena jauh sebelumnya dia telah akrab dan karib menjadi sosok orang kepercayaan Paku Buwono XII. Bahkan Sultan Ternate Mudafarsyah (Almarhum) sangat familiar, hingga penulis sendiri mendapat perlakuan khusus dari Raja Ternate yang sangat disegani itu atas referensi atau rekomendasi Eko Sriyanto Galgendu.

    Dari para raja ini pula Eko Sriyanto Galgendu dapat pengakuan punya kemampuan khusus berbahasa bumi dari Sultan Ternate. Sebutan untuk Guru Mahadewa dari Sultan Saladin Cirebon, dan reinkarnasi dari sosok Maha Patih Gajah Mada oleh penulis sejarah “Palagan Cirebon” Sri Pasifik. 

    Lelaki kelahiran Solo 18 Juli 1967 ini wajar meyakini bila  Indonesia akan menjadi pusat dari gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual di dunia yang mampu membangun peradaban baru. 

    "Peluang Indonesia untuk menjadi pusat pengembangan peradaban serta pusat kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan dari laku sebagai konsep gerakan yang beragam macam studi atau kajian spiritual sungguh sangat amat potensial." Ujar Pengamat Pendidikan bunda Yulia Lahudra S.Pd MM PhD., Senin (29/11) pagi di Jakarta. 

    Untuk itu semua, dia pun merasa lebih dari cukup mengandalkan pembiayaannya dari hasil usaha kulinernya yang kini mulai ditangani oleh sang istri,  Dyah Sutjiningtyas dengan trade mark RM Ayam Ancur dan Soto Gubeng yang disandingkan dengan menu sate bumbu kacang mete dan menu tengkleng khas Solo sejak tahun 2005 silam. 

    Sekarang, ketika bisnis kulinernya sudah maju, Eko Sriyanto Galgendu berbagi dengan Emak-emak untuk menularkan bisnis kelinernya kepada masyarakat.

    Jiwa wira-usahanya itu dikemas melalui program Wiramas (Wirausaha Masyarakat) yang memiliki sejumlah warung makan
     percontohan di Jakarta Pusat.

    Kebersamaan Eko Sriyanto Galgendu dengan Gus Dur dan Susuhunan Paku Buwono XII setidaknya telah terjalin sejak meluncurkan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). Namun jauh  sebelum itu dia telah menjadi Ketua Lintas Agama di kota kelahiranya,  Solo, Jawa Tengah. 

    Setelah  mendapat kepercayaan penuh sebagai pengurus di ICRP, dan menjalankan  amanah untuk memimpin GMRI yang kini telah beranggotakan berbagai kalangan tokoh agama, ksum intelektual, pejabat tinggi  pemerintahan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta kalangan Raja dan Ratu dari berbagai keraton yang ada di Indonesia.

    "Dengan jaringan dan pergaulannya yang luas, tokoh dan pemkmpi  spiritual Indonesia ini juga mendapat kepercayaan untuk merintis dan mengelola Kawasan Pemukiman Bangsa-bangsa Dunia (KPB2D)." Lanjut bunda Yulia. 

    Rencana dari lokasi KPB2D itu berada diantara  Candi Kalasan dan Prambanan Yogyakarta. Kecuali itu, ada pula rencana besar untuk membangun Taman Perdamaian Dunia Surya Majapahit (TPDSM) yang digagas Istri Bung Tomo di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. 

    "Proyek prestisius ini akan diusahakan ikut serta dalam agenda bahasan  pada tingkat antar negara Asean yang diharap terealisasi dalam waktu dekat dengan kunjungan ke Thailan, Sri Langka dan sejumlah negara tetangga lainnya." Tegas Yulia. 

    Menurut Eko Sriyanto Galgendu, forum pertemuan para tokoh agama dan kerajaan se ASEAN ini merupakan langkah nyata untuk mewijudkan pembangunan KPB2 dan percepatan pelaksanaan pembangunan TPPDS, Sedang untuk TPDSM ini menurut Iwan Ismangun, Arsitek Perencana dari Pembangunan Kawasan Kraton Majapahit itu beranjak dari gagasan Ibu Sulistina Sutomo yang sangat bangsa atas kebesaran masa lalu dari kerajaan Majapahit. 

    Seperti dalam catatan sejarah, Maha Patih Gahah Mada berhasil mampu mempersatukan Nusantara dan Asia Tenggara, jauh lebih luas dari area kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    “Semua itu dapat dicapai atas kegigihan,  kerja keras, hasrat pengembangan ilmu pengetahuan serta tingginya peradaban yang telah dimiliki oleh rakyat kerajaan Majapahit Ketika itu”, papar Iwan Ismangun yang mengungkapkan ide dasar dari gagasan yang menginspirasi Ibu Sulistina Sutomo pada sepuluh tahun silam itu. 

    Dalam proses yang terus berjalan, serupa inilah panggilan hati Eko Sriyanto Galgandu yang dipertemukan oleh Sri Pasifik – selaku mantan pengawas TPDSM – yang acap kali menyebut sosok Eko Sriyanto Galgendu sebagai penjelmaan dari Maha Patih Gajah Mada yang juga mempu untuk mewujudkan gagasan cita-cita perdamaian dalam kebersamaan dan persahabatan bangsa-bangsa di dunia.

    Karena missi TPDSM dan GMRI serta Forum Lintas Agama terntara berada dalam satu alur lemikiran ideal  yang sama. Maka itu inisiasi Sri Pasifik untuk mengkolaborasikan ide dan gagasan besar yang sangat ideal itu diharap dapat þerwujud dengan muartan dan bobot nilai-nilai spiritual dan budaya bangsa yang tinggi dan bermutu, karens  sangat diperlukan bagi segenap warga masyarakat dunia yang kini tengah mengalami krisis moral, etika dan akhlak dalam nuansa hidup dan dimensi kehidupan yang bersifat illahiah.
     
    Gagasan membangun TPDSM pun lahir dari pemahaman dan kesadaran budaya untuk perdamaian dan persaudaraan bangsa-bangsa di dunia sejak tahun 2011 silam. 

    Maka itu menurut Eko Sriyanto Galgendu  bersitan Cakra yang mengusung kebenaran dalam rencana pembangunan TPDSM perlu menjadi perhatian semua pihak.  

    Sebab era kebangkitan bangsa-bangsa di dunia pada periode pertama – abad 0 - 7 -- telah ditandai oleh kelahiran Nabi Isa Alaihi Salam.  Kemudian pada abad 7 -14 ditandai oleh kebangkitan Islam dan bangsa Nusantara yang ditandai oleh Nabi Muhamad SAW dan kejayaan Islam di Nusantara, katanya. 


    Lalu menyusul kemudian datang bangsa Cina, Arab bahkan bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara. Pada kurun waktu yang sama, kata Eko Sriyanto Galgendu kejayaan bangsa Nusantara dintandai oleh Kejayaan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Mulawarman di Kalimantan.
    Siklus pergantian setiap tujuh abad babak keduua pun sudah berlalu, kini memasuki siklus pergantian tujuh abad babak ketiga (1400-2100), dan sekarang ini, saat dari kebangkitan spiritual dan cahaya spiritual bangsa-bangsa Nusantara.

     Semua dapat ditelisik sejak abad ke tujuh dan seterusnya hingga abad ke 14. Sebab hakikat dari Proklamasi yang pernah dilakukan pada masa Kerajaan Majapahit adalah Proklamasi Bangsa-bangsa, bukan proklamasi negara, karena Maha Patih Gajah Mada telah  mempersatukan bangsa-bangsa Nusantara.

    "Adapun makna filosofisnya, bahwa bangsa kita – Nusantara – adalah bangsa yang terpilih oleh Tuhan, karena kita dianugerahi tanah air yang subur makmur dan kaya raya dengan kandungan alam dan mineral yang terkandung dalam perut bumi ini”, tandas Eko Sriyanto Galgendu.

    Sementara Iwan Ismangun memaparkan bahwa TPDSM sudah pernah menjadi agenda pembicaraan yang serius di Sekneg (Sekretariat Negara) RI. Pertemuan itu pun dihantar secara khusus oleh Sekjen Menkumham RI. 

    Namun momen untuk monument kejayaan Kerajaan Majapahit yang ditandai oleh Prabu Brawijaya yang berhasil mempertemukan agama Hindu dengan Budha hingga berlanjut pada Sunan Ampel yang mendapat pelenggahan khusus seperti tanah perdikan yang kemudian digunakan untuk komplek pesantren.

    Jadi jelas dapat segera dipahami bila pada masa kerajaan Majapahit dahulu temah ada tradisi pesantren di lingkungan masyarakat Keraton pada masa itu. Dan juga dapat menjadi bukti kebangkitan Islam pada masa itu, karenanya, lanjut Eko Sriyanto Galgendu sosok Gus Dur sebagai penerus  adalah penerus gagasan dan cita-cita Sunan Kalijaga berikut konsep  Sabdo Palon Noyo Genggong, bisa dipahami tandasnya saat dialog bersama di perjamuan makan di redajsi majalah Asrinesia, 25 November 2021. 

    Kecuali itu, tokoh penting Kerajaan Majapahit, yaitu Prabu Brawijaya menurutnya juga memiliki kebihan sebagai  pemegang Kunci Keagungan Jagat, karenanya, bekas lokasi Keraton Majapahit bisa mendatangkan berkah bila dapat dijadikan Taman Perdamaian Dunia Surya Mapahit.

    Dari paparan Sri Pasifik, minimal ada 28 negara yang memiliki kerajaan di dunia siap bergabung dan membangun peradaban dunia baru secara bersama dalam bentuk yang ideal guna menata  kehidupan yang harmoni di bumi pada masa mendatang. 

    “Apalagi di sana sudah ada Angkringan Kepakisan yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan bagi kalangan aktivis untuk membuat acada diskusi atau sarasehan dengan topik kebudataan.

    Jadi relevan juga dengan nasehat Ki. Semar tentang Sura Dira Jaya Jayaningrat, Leburing Dening Pangastuti, bahwa masih untuk dijadikan energi pembangkit guna membangun masa depan bangsa yang lebih baik dan lebih indah, tak hanya sekedar perlu kenangan dan teks sejarah belaka, tapi wujud nyata pasti akan mendatangkan kebahagian tersendiri, termasuk bagi generasi muda yang tak hendak melupakan sejarah masa silam para leluhur  yang pernah jaya dan menjadi cahaya penerang di bumi.

    Petuah Ki Semar tentang Sura Dira Jaya Jayaningrat, Leburing Dening Pangastuti  artinya adalah; kalahkanlah semua sifat picik, keras hati, dan angkara murka di dalam setiap diri kita.  

    Jadilah manusia yang senantiasa mengunggulkan kebijaksanaan, kesabaran, dan kelembutan hati untuk mengisi hidup dan kehidupan. 

    Senada dengan itu artinya petuah Ki Semar ini masih sejalan dengan _Memayu Hayuning Bawono_ yang artinya senantiasa memperindah keindahan dunia dengan kekuatan mental, intelektual, dan spiritual, atau ungkapan bijaknya yang mengatakan bahwa Datan Sering Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan. Adapun artinya adalah ; janganlah bersedih ketika mengalami musibah dan jangan bersusah hati ketika kehilangan sesuatu. 

    Agaknya begitulah sosok ketauladan Ki Semar maupun Maha Patih Gajah Mada serta eksistensi Kerajaan Majapahit yang pernah Berjaya. 

    Hakikatnya, semua yang sejati dan abadi itu akan kita temukan kembali pada hari ini dan pada masa depan dalam ketulusan hati yang jujur dan ikhlas untuk membangun dengan serius dan kesungguhan hati, kata Eko Sriyanto Galgendu yang semakin kekeh dan meyakinkan mengikuti bisikan hati dan jiwa raganys sampai hari ini.

    Sebab dia sendiri mengaku mulai melihat munculnya gairah kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual di Indonesia. Bahkan adanya putik-putik kepemimpinan spiritual yang mulai muncul dari berbagai kalangan masyarakat kita.

    Published : SW
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini