PPWI Tetapkan Bencana Sumatera sebagai Bencana Nasional Luar Biasa, Soroti Krisis Ekologis yang Kian Mengkhawatirkan
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Layanan Publikasi Media Online : Iklan, Berita, Banner

    Layanan Publikasi Media Online : Iklan, Berita, Banner
    Klik Gambar Inaproc Kabartujuhsatu di Kolom Pencarian

    Daftar Blog Saya

    PPWI Tetapkan Bencana Sumatera sebagai Bencana Nasional Luar Biasa, Soroti Krisis Ekologis yang Kian Mengkhawatirkan

    Kabartujuhsatu
    Rabu, 17 Desember 2025, Desember 17, 2025 WIB Last Updated 2025-12-17T11:13:51Z
    masukkan script iklan disini


    Jakarta, Kabartujuhsatu.news, Rentetan bencana alam yang melanda Pulau Sumatera dalam beberapa pekan terakhir dinilai telah melampaui batas kewajaran bencana hidrometeorologi musiman.


    Banjir bandang, tanah longsor, serta arus air bah yang menyeret ribuan batang kayu gelondongan secara bersamaan menghantam sejumlah wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.


    Skala kehancuran yang ditimbulkan tidak hanya menelan korban jiwa dan harta benda, tetapi juga mengungkap krisis ekologis akut yang telah lama terabaikan.


    Fenomena banjir bandang yang membawa material kayu dalam jumlah masif menjadi indikasi kuat rusaknya kawasan hulu sungai.


    Hutan yang seharusnya berfungsi sebagai benteng alami penahan air hujan kini kehilangan daya dukungnya. Hilangnya vegetasi, degradasi tanah, serta perubahan tata guna lahan secara masif menyebabkan tanah tak lagi mampu menyerap air.


    Akibatnya, hujan deras berubah menjadi bencana yang datang tiba-tiba dan menghancurkan.


    Sejumlah Desa dilaporkan tersapu arus, jembatan penghubung antarwilayah runtuh, sungai-sungai tersumbat material kayu dan lumpur, serta ribuan warga terpaksa mengungsi dalam kondisi darurat.


    Aktivitas masyarakat lumpuh dalam waktu singkat, sementara proses evakuasi dan distribusi bantuan menghadapi berbagai kendala akibat rusaknya infrastruktur.


    Dampak bencana tidak hanya terbatas pada tiga provinsi tersebut. Gelombang kerusakan ekologis menjalar hingga ke Kepulauan Nias dan sebagian wilayah Lampung.


    Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Sumatera secara keseluruhan tengah berada dalam tekanan lingkungan yang serius.


    Ekosistem sungai mengalami kerusakan berat, kualitas air menurun drastis, dan habitat berbagai spesies flora serta fauna terancam punah.


    Pulau yang selama ini dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia kini berada di persimpangan krisis.


    Efek lanjutan dari bencana ini turut dirasakan secara nasional. Jalur distribusi logistik terganggu, harga kebutuhan pokok di sejumlah daerah melonjak, dan aktivitas ekonomi masyarakat tersendat.


    Rasa aman publik terganggu, sementara beban sosial dan psikologis masyarakat terdampak semakin berat.


    Situasi ini memperlihatkan bahwa kerusakan lingkungan di satu wilayah dapat memicu efek domino yang berdampak luas terhadap stabilitas sosial dan ekonomi nasional.


    Mencermati kondisi tersebut, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) mengambil langkah tegas dengan menyatakan bencana di Sumatera sebagai Bencana Nasional Luar Biasa. Rabu (17/12/2025). 


    PPWI menilai bahwa besarnya dampak, luasnya wilayah terdampak, serta kompleksitas penanganan menjadikan bencana ini tidak lagi dapat ditangani sebagai bencana daerah biasa.


    Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, bersama Sekretaris Jenderal Fachrul Razi, dan didukung oleh seluruh jajaran pengurus, dewan penasehat, serta dewan pakar organisasi.


    Menurut Wilson, deklarasi ini merupakan langkah strategis untuk mendorong percepatan penanganan dan membuka ruang mobilisasi bantuan yang lebih luas, termasuk dari komunitas internasional.


    “Deklarasi ini bukan sekadar pernyataan moral, tetapi bentuk tanggung jawab kemanusiaan. Ketika dampak bencana telah meluas dan berpotensi mengganggu stabilitas nasional, maka responsnya harus berada di level tertinggi,” ujar Wilson Lalengke, yang juga dikenal sebagai tokoh pers nasional dan petisioner Hak Asasi Manusia pada Konferensi ke-80 Komite Keempat Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Oktober 2025 lalu.


    PPWI telah mengirimkan surat kepada sejumlah Kedutaan Besar negara sahabat yang selama ini menjadi mitra kerja organisasi tersebut.


    Langkah ini ditempuh untuk menggalang dukungan internasional, baik dalam bentuk bantuan kemanusiaan, tenaga ahli kebencanaan, maupun dukungan teknis dalam pemulihan lingkungan.


    Selain itu, PPWI juga menginstruksikan seluruh anggota dan pengurusnya, baik di dalam maupun luar negeri, untuk segera melakukan langkah konkret sesuai kapasitas masing-masing.


    “Saya mendorong seluruh anggota PPWI di seluruh nusantara dan perwakilan di luar negeri agar bahu-membahu, melalui apapun yang bisa dilakukan, guna membantu percepatan penanganan dan pemulihan dampak Bencana Nasional Luar Biasa ini,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 tersebut.


    Ke depan, PPWI berencana menyurati berbagai badan internasional yang memiliki mandat di bidang kebencanaan, lingkungan hidup, dan kemanusiaan.


    Organisasi ini menilai bahwa kondisi darurat di Sumatera membutuhkan perhatian global, mengingat kerusakan lingkungan yang terjadi berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang bagi generasi mendatang.


    Pemulihan lingkungan menjadi salah satu fokus utama yang disoroti. Rehabilitasi hutan, normalisasi sungai, penataan ulang tata ruang, serta penguatan sistem mitigasi bencana dinilai harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan.


    Bencana ini menjadi peringatan keras bahwa eksploitasi alam tanpa kendali akan selalu berujung pada tragedi kemanusiaan.


    Di akhir pernyataannya, PPWI menyerukan kepada Pemerintah Indonesia dan komunitas internasional untuk mengedepankan solidaritas kemanusiaan.


    Gotong royong lintas sektor dan lintas negara dinilai menjadi kunci dalam menghadapi krisis ini.


    Bencana Sumatera adalah pengingat bahwa ketika alam terluka, seluruh umat manusia ikut menanggung akibatnya. Saatnya bergerak bersama, sebelum kerusakan yang terjadi menjadi warisan pahit bagi masa depan.


    (TIM/Red)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini