Polemik Pelantikan PPPK Paruh Waktu di Soppeng, Sah Secara Administrasi, Dipersoalkan Secara Empati
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Layanan Publikasi Media Online : Iklan, Berita, Banner

    Layanan Publikasi Media Online : Iklan, Berita, Banner
    Klik Gambar Inaproc Kabartujuhsatu di Kolom Pencarian

    Daftar Blog Saya

    Polemik Pelantikan PPPK Paruh Waktu di Soppeng, Sah Secara Administrasi, Dipersoalkan Secara Empati

    Kabartujuhsatu
    Sabtu, 27 Desember 2025, Desember 27, 2025 WIB Last Updated 2025-12-27T09:52:33Z
    masukkan script iklan disini
    Illustrasi


    Soppeng, Kabartujuhsatu.news, Pernyataan Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Soppeng yang menyebutkan bahwa “tidak ada upacara pelantikan PPPK Paruh Waktu karena SK diterima langsung di masing-masing SKPD” memicu perbincangan luas di ruang publik. 

    Reaksi masyarakat pun beragam, mulai dari kekecewaan hingga kritik terbuka terhadap pendekatan pemerintah daerah dalam memaknai pengabdian aparatur.

    Pernyataan tersebut dinilai tidak keliru secara aturan. Namun bagi sebagian besar masyarakat, terutama para PPPK Paruh Waktu dan keluarga mereka, kebijakan itu terasa kering dari sisi empati dan penghormatan simbolik.

    Dipahami Aturan, Dipertanyakan Rasa

    Secara regulasi, penyerahan Surat Keputusan (SK) PPPK Paruh Waktu memang tidak selalu harus disertai upacara pelantikan resmi. 

    Mekanisme administratif memungkinkan SK diserahkan langsung melalui masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

    Meski demikian, publik Soppeng mempertanyakan makna di balik kebijakan tersebut. Bagi mereka, persoalannya bukan semata prosedur, melainkan cara negara dalam hal ini pemerintah daerah menghargai pengabdian panjang warganya.

    “Banyak dari mereka sudah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun. Guru, tenaga kesehatan, tenaga teknis. Apakah cukup dihargai hanya dengan selembar SK tanpa seremoni apa pun?” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Sabtu (27/12/2025). 

    Perbandingan dengan Daerah Lain

    Sorotan publik semakin menguat ketika membandingkan kebijakan Soppeng dengan kabupaten/kota lain di Sulawesi Selatan. 

    Di sejumlah daerah, pelantikan PPPK Paruh Waktu tetap digelar dalam bentuk upacara, meski sederhana.

    Upacara tersebut dinilai memberi ruang simbolik yang penting yakni pengakuan negara, penguatan moral kerja, dan penegasan status kepegawaian di hadapan publik.

    “Bukan soal mewah atau tidak, tapi soal diakui secara terbuka,” kata seorang PPPK Paruh Waktu di Soppeng.

    Perbandingan ini bukan dimaksudkan untuk menyalahkan, melainkan mempertanyakan kesetaraan perlakuan dan sensitivitas kebijakan antar daerah.

    PPPK Paruh Waktu Bukan Sekadar Data

    PPPK Paruh Waktu selama ini kerap diposisikan sebagai angka statistik dalam sistem kepegawaian. Padahal di balik status itu ada cerita panjang tentang loyalitas dan ketidakpastian.

    Mereka adalah guru yang tetap mengajar meski bertahun-tahun tanpa kejelasan status, tenaga kesehatan yang bertahan di fasilitas pelayanan dengan keterbatasan, serta tenaga teknis yang memastikan roda birokrasi tetap berjalan.


    “Mereka tidak menuntut kemewahan. Mereka hanya ingin dilihat dan diakui,” ujar salah seorang tokoh masyarakat Soppeng. 

    Dalam konteks ini, pernyataan bahwa SK diterima di masing-masing SKPD dipersepsikan sebagai pesan bahwa seluruh pengabdian panjang tersebut cukup diselesaikan di balik meja administrasi.

    Simbol dalam Pemerintahan Bukan Formalitas Kosong

    Dalam tata kelola pemerintahan, simbol memiliki makna strategis. Upacara pelantikan bukan sekadar rutinitas seremonial, tetapi sarana komunikasi institusional.

    Ia menjadi penegasan status, bentuk penghormatan negara, sekaligus pengikat moral antara aparatur dan pemerintah.

    Ketika simbol tersebut ditiadakan tanpa penjelasan yang empatik, publik menangkap pesan lain. Bukan efisiensi, melainkan ketiadaan sensitivitas terhadap rasa keadilan sosial.

    Harapan Publik Soppeng

    Hingga kini, tidak terlihat kemarahan berlebihan di tengah masyarakat. Yang muncul justru harapan agar pemerintah daerah memberi penjelasan yang lebih manusiawi dan komunikatif.

    Sebagian publik berharap adanya pengakuan simbolik, jika bukan dalam bentuk upacara besar, setidaknya pelantikan terpusat yang bermartabat.

    “Birokrasi memang berjalan dengan aturan, tapi kepercayaan publik tumbuh dari hati,” ujar seorang pengamat kebijakan lokal.

    Pada akhirnya, polemik ini menjadi refleksi bahwa pemerintahan yang kuat bukan hanya diukur dari kecepatan menyelesaikan administrasi, tetapi dari kemampuannya menjaga martabat orang-orang yang telah lama mengabdi.

    Dan bagi sebagian warga Soppeng, rasa itu masih tertinggal di balik kalimat:
    “SK diterima di SKPD masing-masing.”.

    (Red) 
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini