Morowali, Kabartujuhsatu.news, Kabupaten Morowali kembali menjadi sorotan publik akibat maraknya aktivitas tambang galian batuan atau galian C yang diduga kuat beroperasi tanpa mengantongi izin resmi.
Lemahnya penindakan hukum terhadap praktik penambangan ilegal tersebut membuat wilayah Morowali, khususnya Kecamatan Bungku Tengah, dinilai bagai “surga” bagi para pelaku usaha tambang ilegal.
Pantauan di lapangan menunjukkan, aktivitas penambangan galian C ilegal seakan berjalan tanpa hambatan.
Para pelaku usaha tidak terlihat memiliki beban untuk mengurus perizinan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kondisi ini memicu pertanyaan besar dari masyarakat terkait keseriusan Aparat Penegak Hukum (APH) dan pemerintah daerah dalam menegakkan hukum di sektor pertambangan.
Sorotan publik semakin tajam karena sejumlah lokasi tambang galian batuan ilegal tersebut diketahui telah beroperasi selama bertahun-tahun, namun hingga kini belum tersentuh tindakan hukum yang tegas.
Hal ini menimbulkan dugaan adanya pembiaran, bahkan memunculkan spekulasi tentang adanya pihak-pihak tertentu yang membekingi aktivitas tambang ilegal tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi di beberapa titik penambangan yang sebelumnya telah diberitakan, setidaknya terdapat tiga lokasi tambang galian batuan ilegal yang diketahui telah aktif selama kurang lebih dua hingga tiga tahun terakhir.
Salah satu lokasi penambangan bahkan berada tidak jauh dari Markas Komando (Mako) Polres Morowali.
Tambang tersebut diduga dimiliki oleh oknum Kepala Desa Bente. Selain itu, aktivitas pengambilan pasir dan batu (sirtu) juga ditemukan di Sungai Ipi, yang diduga melibatkan oknum Kepala Desa Ipi.
Tak hanya itu, penambangan galian batuan ilegal juga terpantau beroperasi di wilayah Desa Matansala.
Sementara lokasi penambangan baru ditemukan di pinggir jalan menuju Kampus Untad II Morowali, tepatnya di Desa Bahomoleo.
Aktivitas ini dinilai sangat mencolok karena berada di jalur umum dan mudah diakses oleh masyarakat.
Keberadaan tambang-tambang ilegal tersebut memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat. Pasalnya, dengan lokasi yang terbuka dan aktivitas yang berlangsung secara terang-terangan, sulit untuk dipercaya jika APH tidak mengetahui keberadaan tambang-tambang tersebut.
Menyikapi kondisi ini, masyarakat pun mempertanyakan ketegasan APH dalam menjalankan tugasnya.
Pertanyaan yang mengemuka adalah siapa pihak yang membekingi aktivitas tambang galian batuan ilegal tersebut dan mengapa penindakan hukum seolah mandek.
“Kalau tambang ilegal bisa beroperasi bertahun-tahun tanpa izin, berarti ada yang salah dengan pengawasan dan penegakan hukumnya,” ujar salah seorang warga Bungku Tengah yang enggan disebutkan namanya.
Masyarakat juga khawatir dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat penambangan ilegal tersebut.
Selain berpotensi merusak ekosistem sungai dan lingkungan sekitar, aktivitas tambang tanpa izin juga dinilai merugikan daerah karena tidak memberikan kontribusi resmi berupa pajak maupun retribusi.
Padahal, ancaman hukum terhadap pelaku tambang ilegal tergolong berat. Dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ditegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Selain itu, para pelaku tambang ilegal juga berpotensi dijerat dengan pasal-pasal lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tidak hanya pelaku utama, pihak-pihak yang membantu, memfasilitasi, atau memberikan perlindungan terhadap aktivitas tambang ilegal juga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Jika ketentuan hukum tersebut ditegakkan secara konsisten, maka aktivitas tambang galian batuan ilegal seharusnya dapat ditekan. Namun realita di lapangan menunjukkan sebaliknya, di mana penambangan ilegal justru semakin menjamur.
Publik kini berharap adanya langkah tegas dari APH dan pemerintah daerah untuk menertibkan aktivitas tambang galian batuan ilegal di Morowali.
Penindakan hukum yang adil dan transparan dinilai penting guna memulihkan kepercayaan masyarakat serta mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas.
Tanpa adanya penegakan hukum yang serius, Morowali dikhawatirkan akan terus dicap sebagai wilayah yang “ramah” terhadap praktik tambang ilegal, sementara dampak sosial, lingkungan, dan hukum harus ditanggung oleh masyarakat.
(Red/UMR)



