Soppeng, Kabartujuhsatu.news, Kasus dugaan penyerobotan dan perusakan lahan milik warga di Kabupaten Soppeng terus menjadi perhatian setelah berjalan selama tiga tahun tanpa penindakan tegas. LBH Cita Keadilan sebagai pendamping hukum para korban menyoroti lambannya proses penegakan hukum dan meminta Polres Soppeng memberikan atensi penuh.
Abdul Rasyid, SH, MH, pengacara dari LBH Cita Keadilan, mengungkapkan bahwa kliennya mengalami kerugian besar sejak tahun 2022 akibat tindakan seorang terlapor berinisial M, yang diduga menyerobot beberapa bidang tanah termasuk lahan bersertifikat.
“Sudah tiga tahun tanah klien kami dirusaki dan diserobot, sementara pelaku belum ditindaki. Saat ini kasusnya dalam penanganan Polres Soppeng,” jelas Rasyid. Kamis (11/12/2025).
Menurut Rasyid, total ada empat lokasi tanah yang diserobot sejak 2022 hingga 2025, di mana dua di antaranya merupakan tanah bersertifikat atas nama para pelapor.
Aksi penyerobotan pertama terjadi pada Oktober 2022 di wilayah Ampalang, Desa Sering.
Dalam kejadian itu, terlapor M dilaporkan memasuki lahan tanpa izin, meminta penjaga bernama La Hari untuk menghentikan aktivitas, lalu menebang berbagai tanaman milik pelapor.
Tanaman yang dirusak di antaranya adalah pohon jati, kelapa, dan pisang, yang ditebang menggunakan mesin pemotong. Setelah itu, terlapor disebut menanami lahan tersebut dengan jagung hingga sekarang.
La Dawi dan La Palowoi, selaku pelapor, menyampaikan bahwa mereka telah menunjukkan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada pelaku, namun tindakan penyerobotan tetap berlangsung.
“Nyatanya tanah kami tetap diserobot dan digarap tanpa izin,” ungkap keduanya.
Para pelapor menuturkan bahwa mereka pernah melapor pada tahun 2023 terkait perusakan lahan, namun laporan tersebut tak kunjung menunjukkan perkembangan berarti.
Mereka menilai laporan itu seperti mandek, sampai akhirnya LBH Cita Keadilan memberikan pendampingan formal.
Rasyid menyayangkan lambannya penanganan pada tahap awal, namun kini mengapresiasi langkah Polres Soppeng yang mulai memeriksa para pelapor dan beberapa saksi.
“Setelah pendampingan LBH Cita Keadilan, perkara ini mulai mendapat perhatian. Pemeriksaan saksi dan pelapor telah dilakukan,” tambahnya.
Laporan terbaru resmi diajukan pada Senin, 8 Desember 2025, dan prosesnya dinilai berlangsung lebih cepat daripada sebelumnya.
Para pelapor mengaku tak pernah menerima ganti rugi maupun pembagian hasil dari penggarapan yang dilakukan terlapor M.
Padahal lahan tersebut merupakan aset sah yang telah mereka kuasai secara turun-temurun dan dibuktikan dengan sertifikat resmi.
Yang lebih memprihatinkan, Rasyid menyebut pelaku tidak hanya menyerobot dua lokasi tanah bersertifikat, namun juga dua bidang tanah lain di sekitar lokasi yang masih berada dalam penguasaan para pelapor.
Rasyid menegaskan bahwa tindakan seperti ini tidak boleh dibiarkan karena dapat menjadi preseden buruk dan memicu intimidasi terhadap masyarakat kecil.
“Negara tidak boleh kalah dengan premanisme seperti ini. Kami berharap Polres Soppeng menjadikan kasus ini sebagai atensi khusus dan segera menuntaskan proses hukum agar tidak terjadi tindakan yang tidak diinginkan,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa penindakan cepat sangat penting untuk mencegah konflik agraria lebih luas serta memberikan kepastian hukum bagi para pemilik sah lahan.
Kasus ini kini masih dalam tahap penyidikan oleh Polres Soppeng, sementara para korban berharap proses hukum berjalan transparan dan tuntas sehingga hak mereka dapat dipulihkan sepenuhnya.
(Red)



