Sultra, Kabartujuhsatu.news, Polemik internal di RSUD dr. H. LM. Baharuddin M.Kes Kabupaten Muna provinsi Sulawesi Tenggara memanas setelah seorang dokter spesialis kandungan, dr. Ruhwati, mengungkap dugaan adanya penyelewengan keuangan di lingkungan rumah sakit tersebut.
Pengungkapan itu memantik perhatian publik sekaligus menuai reaksi keras dari pihak manajemen RSUD.
Alih-alih menindaklanjuti laporan yang disampaikan dr. Ruhwati, pihak manajemen justru dikabarkan mengusulkan agar izin praktik sang dokter dicabut oleh Pemerintah Daerah.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk pembungkaman terhadap tenaga kesehatan yang berupaya menyuarakan kondisi internal rumah sakit.
Situasi tersebut mendapat sorotan tajam dari Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (GEMPA) Indonesia.
Ketua GEMPA Indonesia, Salianto, SM., MM, menegaskan bahwa tindakan manajemen yang diduga mengarah pada intimidasi tidak dapat dibenarkan.
“Semestinya pihak manajemen mengevaluasi diri, bukan membungkam dr. Ruhwati. Apa yang dilakukan dr. Ruhwati justru sebagai bentuk keberanian menyampaikan kebenaran terhadap kondisi RSUD,” ujar Salianto.
Menurutnya, keluhan mengenai pelayanan dan fasilitas di RSUD dr. H. LM. Baharuddin bukan hal baru.
Masyarakat Muna Raya disebut lebih banyak memilih pengobatan ke RSUD Muna Barat, yang dinilai memiliki fasilitas lebih lengkap serta pelayanan tenaga kesehatan yang lebih optimal.
Di sisi lain, RSUD dr. H. LM. Baharuddin disebut kerap menuai keluhan pasien terkait ketersediaan fasilitas, peralatan medis, hingga pelayanan dasar.
Kondisi ini, kata Salianto, memunculkan tanda tanya mengenai pengelolaan anggaran maupun pendapatan rumah sakit.
“Kami menduga ada indikasi korupsi yang dilakukan oknum tertentu sehingga fasilitas rumah sakit tidak memadai dan urusan gaji atau honor tenaga kesehatan terus menjadi masalah berkepanjangan,” lanjutnya.
Dengan latar polemik tersebut, GEMPA Indonesia resmi meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan penyimpangan yang terjadi.
Tidak hanya itu, GEMPA juga mendesak Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) untuk melakukan inspeksi dan penilaian mendadak terhadap pelayanan serta standar fasilitas di RSUD dr. H. LM. Baharuddin.
Menurut GEMPA, alasan minimnya anggaran yang disampaikan pihak rumah sakit tidak logis, mengingat pendapatan dari berbagai tindakan medis seharusnya cukup menopang kebutuhan fasilitas dasar.
Ketimpangan antara pendapatan dan kondisi fasilitas di lapangan dinilai sebagai indikator perlunya audit menyeluruh.
“Fasilitas di rumah sakit tersebut sangat minim. Kami menolak alasan minim anggaran. Pendapatan dari tindakan medis seharusnya cukup untuk membiayai fasilitas dasar, tapi kenyataannya justru sebaliknya. Ini harus diselidiki,” tegas Salianto mengakhiri keterangannya.
Dengan desakan yang semakin kuat dari berbagai pihak, publik kini menantikan respons Pemerintah Daerah maupun lembaga pengawasan terkait untuk menindaklanjuti polemik yang telah menjadi sorotan luas di Kabupaten Muna tersebut.
(Red/Umar)



