Jakarta, Kabartujuhsatu.news, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution menuai kritik tajam setelah kebijakannya merazia kendaraan berpelat Aceh dianggap provokatif dan berpotensi merusak hubungan antarwilayah.
Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) menilai tindakan tersebut tidak hanya menimbulkan keresahan di masyarakat, tetapi juga mengancam stabilitas sosial dan ekonomi dua provinsi bertetangga.
Direktur Forbina, Muhammad Nur, S.H., menyebut langkah yang diambil Gubernur Bobby sebagai bentuk kepemimpinan keliru dan bertentangan dengan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ia menegaskan, Aceh memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dan kontribusinya tidak bisa diabaikan.
“Investasi politik pada Pemilu 2024 lalu mencapai Rp71,3 triliun, tetapi yang muncul justru pemimpin-pemimpin muda yang mengedepankan ego sektoral.
"Gubernur Bobby menunjukkan gaya kepemimpinan yang tidak bermoral dan berpotensi memicu keretakan antarwilayah,” kata Muhammad Nur, Senin (29/9/2025).
Menurutnya, hubungan Aceh dan Sumut sangat erat, baik dalam perdagangan maupun kebutuhan pokok masyarakat. Banyak bahan baku industri dari Aceh dipasok ke Medan, sementara sejumlah kebutuhan pokok warga Aceh justru bergantung pada distribusi dari Sumut.
“Jika relasi ini terganggu, bukan hanya sektor perdagangan yang terpukul, tetapi juga kehidupan sosial masyarakat kedua daerah,” ujarnya.
Muhammad Nur bahkan mempertanyakan dampak yang terjadi jika Aceh membalas dengan menolak kendaraan berpelat Sumut atau memblokir jalur logistik.
“Tindakan ini mencerminkan kegagalan berpikir sebagai seorang pemimpin nasional,” tambahnya.
Data APBD 2025 menunjukkan Sumut jauh lebih dominan dalam penerimaan dari sektor kendaraan bermotor. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Sumut mencapai Rp1,74 triliun, sementara Aceh hanya Rp431 miliar.
Dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Sumut meraup Rp1,66 triliun, sedangkan Aceh Rp340 miliar. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di Sumut tercatat Rp1,53 triliun, sementara Aceh Rp490 miliar.
Sedangkan dari Pajak Alat Berat, Sumut menerima Rp1,08 miliar, sementara Aceh belum mencatatkan angka signifikan.
“Dengan ketimpangan fiskal ini saja seharusnya Sumut bisa lebih bijak, bukan justru memprovokasi. Jangan sampai karena salah tafsir aturan jalan raya, rakyat yang jadi korban,” tegasnya.
Muhammad Nur juga mengecam usulan agar kendaraan Aceh menggunakan dua pelat nomor. Menurutnya, gagasan tersebut absurd, tidak memiliki dasar hukum, dan berpotensi melanggar undang-undang karena mengganggu kepentingan umum serta menyulut konflik antarprovinsi.
“Bobby bisa dilaporkan karena tindakannya berpotensi memecah belah bangsa dan mengganggu stabilitas NKRI. Presiden harus segera menegur dan menghentikan cara berpikir sempit seperti ini,” ujar Nur.
Sebagai langkah strategis, Forbina mendorong Pemerintah Aceh mempercepat pembangunan dan aktivasi jalur Pelabuhan Sabang sebagai pusat ekonomi baru, guna mengurangi ketergantungan logistik terhadap Medan.
“Bangsa Aceh sudah berinvestasi besar untuk Indonesia. Jangan hancurkan kontribusi itu hanya karena ambisi politik sempit. Cukup sudah kebodohan ini. Kami ingatkan, jangan karena satu gubernur, hubungan antarwarga dan integritas bangsa terganggu,” pungkas Muhammad Nur.
(Red/*)