Panyabungan, Kabartujuhsatu.news, Sekretaris Madina Kreatif Madani, Muhammad Zulfahri, melontarkan kritik keras terhadap keberadaan PT. SorikMas Mining di Kabupaten Mandailing Natal.
Perusahaan yang telah berdiri hampir 27 tahun itu dinilai gagal memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dan justru membiarkan kerusakan lingkungan kian meluas.
“Sudah lebih dari dua dekade PT. SorikMas Mining bercokol di Mandailing Natal, tapi yang diwariskan justru pencemaran lingkungan, eksploitasi sumber daya, dan ketimpangan kesejahteraan. Ini bukan investasi, tapi tragedi ekologis dan sosial yang dibiarkan terjadi,” tegas Zulfahri dalam keterangan tertulis, Jum'at (18/7).
Dengan luas IUP mencapai 66.200 hektare, termasuk kawasan Tabargot yang kini dipenuhi aktivitas tambang ilegal menggunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida, Zulfahri menyebut PT. Mas Mining gagal menjaga wilayah konsesinya, bahkan terkesan melakukan pembiaran.
“Perusahaan seolah cuci tangan atas aktivitas tambang ilegal di wilayahnya. Kalau tidak mampu menjaga wilayah IUP, ya lepas saja! Serahkan ke rakyat sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) agar bisa dikelola secara sah, legal, dan memberi manfaat langsung bagi warga,” katanya.
Zulfahri juga menyentil kegiatan sosial seperti seminar “Hentikan Polusi Plastik” dan bantuan pendidikan yang digelar PT. Mas Mining pada 17 Juli 2025 yang dilaksanakan di Aula Gedung Kuliah terpadu STAIN Mandailing Natal, yang dinilainya sekadar pencitraan tanpa dampak nyata.
"Kami mengapresiasi bantuan pendidikan yang diberikan oleh PT. Sorikmas Mining namun tidak cukup hanya itu saja".
"Kegiatan seminar yang dilaksanakan oleh PT. Sorikmas Mining rasanya seperti bedak tebal yang menutupi wajah luka.
"Tak ada gunanya bicara soal plastik kalau sungai kita dicemari bahan kimia tambang dan tanah rusak karena tambang liar yang tidak dicegah,” katanya tegas.
Dalam rilisnya, Zulfahri juga membandingkan Mandailing Natal dengan kabupaten tetangga, Tapanuli Selatan, tempat PT. Agincourt Resources (Martabe Gold Mine) beroperasi. Meskipun baru berdiri sekitar 15 tahun, perusahaan tersebut telah memberi kontribusi luar biasa, termasuk pembagian saham ke daerah, pembangunan infrastruktur, dan program kesejahteraan rakyat.
“PT. SorikMas Mining lebih lama berdiri dibanding Martabe, tapi tak ada kontribusi setara yang bisa dirasakan masyarakat. Ini bukti Mandailing Natal hanya dijadikan ladang eksploitasi tanpa tanggung jawab sosial,” ucap Zulfahri.
Zulfahri juga menyoroti sikap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mandailing Natal yang menurutnya terlalu pasif dan bungkam menghadapi persoalan besar ini.
“Kami minta DPRD Mandailing Natal jangan tutup mata dan telinga! Sudah waktunya dewan tampil memperjuangkan hak masyarakat, menuntut transparansi perusahaan, dan bahkan mendorong agar Mandailing Natal bisa memiliki saham di perusahaan tambang, sebagaimana dilakukan Tapsel. Kalau wakil rakyat diam, siapa lagi yang membela kepentingan rakyat?” seru Zulfahri.
Madina Kreatif Madani menyerukan lima langkah strategis:
1. Evaluasi total dan independen terhadap keberadaan dan operasional PT. SorikMas Mining.
2. Audit lingkungan menyeluruh, termasuk pemetaan dampak pencemaran dan kerusakan ekologis.
3. Penegakan hukum tegas atas tambang ilegal dan pembiaran perusahaan.
4. Pelepasan wilayah IUP tak terkelola untuk dijadikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
5. Desakan kepada DPRD Mandailing Natal agar mendorong partisipasi daerah dalam bentuk kepemilikan saham dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat secara konkret.
“Kami tidak menolak investasi. Tapi kami menolak eksploitasi yang merusak tanpa manfaat. Rakyat Mandailing Natal berhak atas tanahnya, lingkungannya, dan masa depannya,” tutup Zulfahri.
(Magrifatulloh)