Gowa, Kabartujuhsatu.news, Tiga merek besar kuliner yang selama ini ramai diserbu pengunjung, Mie Gacoan, Cang Kuning, dan Richeese Factory, resmi ditutup sementara oleh Satpol PP Kabupaten Gowa.
Keputusan ini bukan datang tiba-tiba. Di baliknya, ada desakan kuat dari FRAKSI SULSEL (Federasi Rakyat Anti Korupsi Sulawesi Selatan) yang selama lebih dari satu bulan menggelar advokasi sistematis dalam lima fase.
Ketiga gerai diketahui beroperasi tanpa izin resmi seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dua dokumen legal yang wajib dimiliki pelaku usaha bangunan sesuai aturan Perda No. 6 Tahun 2022 dan PP No. 16 Tahun 2021.
FRAKSI SULSEL menyebut kasus ini sebagai simbol ketimpangan penegakan hukum.
Mereka menyoroti bagaimana usaha kecil sering ditekan dengan sanksi cepat, sementara pelaku usaha besar bisa terus beroperasi meski melanggar aturan.
“Yang kami lawan adalah arogansi usaha besar yang seolah tak tersentuh hukum".
"Penyegelan ini hasil dari tekanan publik, bukan sekadar kesadaran penegak aturan,” ujar juru bicara FRAKSI SULSEL dalam jumpa pers.
Advokasi Lima Jilid: Dari Bukti Lapangan hingga Mobilisasi Massa.
Langkah panjang FRAKSI SULSEL dirangkum dalam lima tahapan:
Investigasi dan dokumentasi pelanggaran di lapangan
Pernyataan sikap terbuka kepada Pemkab Gowa
Tuntutan resmi untuk tindakan administratif
Aksi massa dan tekanan publik
Desakan audit serta pengusutan oknum pemerintah yang diduga lalai
Dalam proses ini, Mie Gacoan tidak hadir dalam undangan klarifikasi oleh DPRD Gowa.
Cang Kuning tetap membuka usaha meski sudah ditegur. Hanya Richeese Factory yang merespons secara administratif, tapi dokumen yang mereka ajukan tidak lengkap.
Lebih dari Sekadar Penyegelan
FRAKSI SULSEL menegaskan bahwa penyegelan ini hanyalah permulaan.
Mereka mendesak agar tidak berhenti pada aspek administratif, melainkan dilanjutkan dengan audit total terhadap seluruh bangunan komersial besar di Gowa.
Ketua Umum FRAKSI SULSEL, Fajar Nur, menegaskan “Kalau dalam tiga hari tak ada tindak lanjut atau malah ada indikasi pembiaran, kami siap turun lagi.” tegasnya.
Bagi FRAKSI SULSEL, momen ini menjadi bukti bahwa tekanan sipil bukan sekadar suara protes, tapi bisa menjadi alat kontrol sosial yang nyata terhadap kebijakan publik.
(Red)