Bireuen, Kabartujuhsatu.news, Konflik agraria kembali mengemuka di Kabupaten Bireuen, Aceh, terkait dugaan penyerobotan lahan oleh PT Rambong Meuagam.
Perusahaan perkebunan swasta ini diduga mengambil alih lahan seluas 183 hektar milik Yayasan Dayah Abu Tanoh Mirah di Gampong Blang Mane, yang selama puluhan tahun digunakan untuk pendidikan dan pemberdayaan umat.
Yayasan Dayah Abu Tanoh Mirah menyatakan bahwa meskipun kepemilikan lahan masih dalam sengketa hukum, PT Rambong Meuagam tetap beroperasi dengan mengklaim Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 05/HGU/BPN.11/2016.
“Ini bukan sekadar soal tanah. Ini tentang martabat pesantren, tentang hak pendidikan umat yang diinjak-injak oleh kekuatan modal,” tegas Azhari, Ketua Tim Kuasa Hukum Yayasan. Kamis (1/5/2025).
Ia mendesak Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, untuk segera mengambil tindakan tegas menghentikan aktivitas perusahaan di lahan sengketa guna mencegah potensi konflik horizontal di masyarakat.
Dampak dari dugaan penyerobotan ini sangat merugikan, Program kemandirian santri terhenti, kebun pesantren tidak lagi produktif, dan kehidupan sosial warga sekitar ikut terganggu.
Yayasan meminta agar Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mencabut HGU PT Rambong Meuagam dan mengembalikan hak atas lahan tersebut demi kelangsungan pendidikan Islam.
Mereka juga menyoroti adanya indikasi praktik mafia tanah yang mesti ditindak secara serius.
Kasus ini menjadi ujian penting bagi Pemerintah Aceh dan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan agraria.
“Negara harus memilih: berpihak pada rakyat atau tunduk pada kekuasaan modal,” pungkas Azhari.
Masyarakat dan berbagai pihak menunggu keputusan gubernur sebagai tanda komitmen pemerintah dalam melindungi hak lembaga pendidikan rakyat dan mencegah konflik sosial berkepanjangan.
Yayasan Dayah Abu Tanoh Mirah adalah lembaga pendidikan Islam yang telah mengelola lahan di Gampong Blang Mane sejak 1997.
Yayasan berfokus pada pendidikan dan pemberdayaan umat di Kabupaten Bireuen, Aceh.
(Red/Lw)