Telisik Carut Marut Dari Tata Kelola Bangsa dan Negara Yang Semakin Jauh Dari Etika Moral
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates


    Daftar Blog Saya

    Telisik Carut Marut Dari Tata Kelola Bangsa dan Negara Yang Semakin Jauh Dari Etika Moral

    Kabartujuhsatu
    Kamis, 21 April 2022, April 21, 2022 WIB Last Updated 2022-04-22T03:59:12Z
    masukkan script iklan disini

    Jakarta, Kabartujuhsatu.news,-Dialog bersama Burhan sebagai aktivis yang boleh disebut multi disiplin keilmuan, sempat menyoroti latar belakang rencana pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) di Kutai Kertanegara Kalimantan Timur yang terus menerus ditandai oleh bencana alam seperti gempa bumi yang terjadi susul menyusul dimana-mana itu, seakan menjadi isyarat yang harus dipahami secara spiritual.

    Dan sebagai aktivis, Burhan pun jujur mengaku diajak oleh Rizal Ramli hijrah dari kampung halaman kelahirannya untuk menjadi aktivis di Jakarta.

    Habta denfan begitu, suaranya yang lantang dapat didengar oleh para rezim penguasa di negeri ini.

    Karena itu, dialog informal antara Burhan dengan wali spiritual Indonesia, Eko Sriyanto Galgendu yang diikuti secara seksama oleh aktivis perempun Indonesia, Indra Sugandhi dan Yudha Gemin di Caffe Bintang Kamis malam, 21 April 2022, rasa wedang hahe lemon yang diseruput terasa semakin ikut memanaskan suasana.

    Ikhwal spiritual pun bagi Burhan yang mampu berbicara banyak, tak hanya menjadi fenomena yang menandai rencana pembangunan IKN sebagai Ibu Kota Negara di Kutai Kertanegara Kalimantan Timur itu dia ungkap juga tentang banyak hal yang tidak selalu bisa dilihat itu, karena yang tidak terlihat diperlukan kemampuan dan wawasan analisa mulai dari gejala hingga kejadian nyata yang tidak terlihat, karena banyak hal yang tidak terlihat itu tidak muncul kepermukaan.

    Jadi, ketika Tuhan menjawab dengan bahasa alam, begitulah adanya turbolensi terjadi sebagai jawaban yang nyata dan yang tidak bisa ditolak oleh manusia.

    Karena menurut Burhan, orang pintar sungguh banyak di negeri ini, namun cuma sedikut yang memiliki kecerdasan spiritual, karena mereka memang banyak yang tidak mempunyai kemampuan untuk mencerna sesuai dengan amanah keilmuan yang melekat didalamnya, sehingga pengertian batiniah jadi hampa.

    Akibatnya, muatan dari nilai ilmiahnya tidak tampil atau justru hilang, tak termuat dalam apa yang seharusnya diekspresikannya.

    Sikap kritis dan kedalaman daya analisis Burhan tentang ekonomi dan tata negara bisa disebut sebanding dengan saudari kandungnya, Dr. dr. Siti Fadilah Supari. SpLp yang juga tidak kalah vokal mengkritisi kebijakan pemerintah, utamanya dalam bidang kesehatan.

    Setidaknya menurut Burhan orang pintar di Indonesia sungguh banyak, tapi yang memiliki kecerdasan spiritual sungguh sangat sedikit jumlahnya.

    Maka atas dasar itu pula segera dapatlah dimengerti ikhwal informasi yang mengemuka di publik hanya bisa dibaca oleh para bolo dupak-an saja, padahal informasinya sekelas Ratu.

    Lalu masalah revolusi informasi, terang Burhan," sungguh tidak lagi bisa terbendung, hingga semua jadi terbuka dan jelas transparan.

    Begitu juga tentang wahyu jagat yang dilihat oleh Eko Sriyanto Galgendu tengah bergesar dari Barat ke Timur. Hingga dalam pandangan Burhan jelas tidak terlepas dari benturan peradaban.

    Padahal yang diemban oleh setiap manusia adalah nilai-nilai kemanusiaan yang luhur sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang disebut khalifatullah di muka bumi.

    Jadi benturan peradaban pertama kali terjadi seperti yang dialami oleh Nabi Adam ketika dikeluarkan Tuhan dari surga hingga jatuh ke bumi.

    Karena itu benturan peradaban sudah dimulai oleh iblis, jadi masalah bangsa Indonesia makin tak mampu untuk menjadikan SDM dan SDA sebagai asset bangsa, itu juga bisa dipahami sebagai akibat dari benturan budaya pula.

    Karena asset bangsa -- SDA dan SDM -- seharusnya bisa dikelola dengan kesadaran dan pemahaman yang penuh amanah, sehingga semuanya dapat menjadi berkah bagi banyak orang.

    Keculasan itu, kata Burhan seperti keinginan sejumlah pihak yang ingin mengubah Pembukaan atau Priambule dari UUD 1945, itu artinya sama dengan hasrat membubarkan negara.

    Lalu bagi mereka yang merasa sebagai pemilik globalisasi jelas tidak mau adanya benturan peradaban yang terlihat secara transparan, meski benturan peradaban terus berlangsung sampai hari ini.

    Masalah rumit MLA (Mutual Legal Assistence), yaitu Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss idealnya harus dilaksanakan demi bangsa dan negara, tandas Burhan.

    Demikian juga dengan BLBI yang sudah berjilid-jilid berlanfsung itu, kata Burhan yang melihatnya sebagai gerpol untuk merebut posisi hingga kemudian berhasil menumbangkan sekaligus sang pawang yang dilakoni oleh Presiden Soeharto.

    Maka itu hanya mereka yang tidak terlibat dalam masalah itu yang mampu menyelesaikan masalahnya.

    Dan mereka yang tidak mau melakukan penyelesaian atas masalah tersebut, pasti dia terlibat, tegas Burhan meyakinkan.

    Jadi begitulah, keleluasan daya pemikiran serta kemampuan dari analisis Burhan yang dapat dijadikan referensi atau sandingan untuk menelisik carut marut dari tata kelola bangsa dan negara kita yang semakin jauh dari nilai etika, moral dan akhlak yang sepakati oleh Burhan sebagai basis dari laku spiritual yang terus digerakkan dengan gigih oleh Eko Sriyanto Galgendu yang tulus dia didedikasikan bagi negeri ini.


    Jakarta, 21 April 2022
    (Red/JE)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini