Mungkinkah Amerika Serikat Membangun Laboratorium Riset Biomedis di indonesia?
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates


    Daftar Blog Saya

    Mungkinkah Amerika Serikat Membangun Laboratorium Riset Biomedis di indonesia?

    Kabartujuhsatu
    Jumat, 18 Maret 2022, Maret 18, 2022 WIB Last Updated 2022-03-18T08:44:56Z
    masukkan script iklan disini

    Kabartujuhsatu.news,-Saat ini telah ditemukan 30 laboratorium senjata biologis milik Amerika Serikat (AS) di Ukraina.

    Keberadaan laboratorium senjata biologis ini tentu sangat berbahaya sebagai agen penularan penyakit menular yang dibawa oleh agen virus atau bakteri.

    Hal ini lantaran adanya keterlibatan laboratorium ini dalam beberapa program biologi militer yang dapat mengganggu pertahanan dan keamanan negara. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa AS pernah mendirikan Laboratorium utama dan pusat Naval Medical Research Unit 2 (NAMRU-2) di Jakarta hingga tahun 2010 karena Pemerintah Indonesia meminta laboratorium ditutup pada 2010.

    Kemudian elemen pusat Unit ini dipindahkan ke Pearl Harbor, Hawaii dan secara resmi dibuka sebagai NAMRU-2 Pacific pada 17 Juni 2010 dan ditutup pada 2013. Mungkinkah AS membangun kembali laboratorium biomedis rahasia di Indonesia untuk menciptakan stabilitas dunia sebagaimana ambisi AS sebagai negara superpower dunia?.

    Ataukah AS menggunakan strategi lain melalui United States Agency for International Development (USAID) atau dikenal dengan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat dengan agennya The Asia Foundation (TAF) dalam mengumpulkan data-data warga Indonesia untuk pengembangan riset biologis AS?.

    A. LATAR BELAKANG KONFLIK RUSIA –UKRAINA 

    Federasi Rusia melancarkan serangan kepada Ukraina pada Kamis, 24 Februari 2022. 

    Serangan yang dilakukan  berupa serangan militer, serangan siber, dan serangan informasi yang merugikan Ukraina. 

    Sebanyak 137 warga sipil dan personel militer Ukraina telah tewas akibat serangan Rusia yang juga melukai 316 orang.

    Serangan operasi militer Rusia ini merupakan  serangan terbesar sebuah negara terhadap negara lainnya di Eropa sejak Perang Dunia II. 

    Sebenarnya konflik antara Rusia dan Ukraina sudah terjadi sejak lama. 

    Perlu diingat bahwa Ukraina merupakan bekas negara Uni Soviet, dan Presiden Rusia (Vladimir Putin) tampak belum rela bahwa Ukraina telah merdeka.

    Rusia sebetulnya juga sudah lama mencoba mengintervensi politik di Ukraina, namun sejak Rusia mencaplok Semenanjung Krimea di 2014, perpolitikan di Ukraina cenderung berseberangan dengan Rusia.

    Selain itu, alasan lain adalah Rusia tidak menyetujui Ukraina bergabung ke dalam NATO (The North Atlantic Treaty Organization).  

    Perlu diketahui bahwa NATO atau yang dikenal dengan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara adalah organisasi yang dibentuk pada 1949 oleh AS, Kanada, dan beberapa negara Eropa Barat. 

    Tujuan utama pembentukan NATO adalah untuk bertindak sebagai pencegah ancaman ekspansi Uni Soviet di Eropa setelah Perang Dunia II.

    Bergabungnya Ukraina pada NATO dianggap Rusia bahwa Ukraina adalah bagian dari koloni AS yang tidak sepemahaman dengan Rusia, apalagi AS adalah musuh bebuyutan dari Rusia. 

    Di samping itu, adanya NATO yang ingin melakukan ekspansi ke Eropa Timur, termasuk Ukraina yang berbatasan dengan Rusia. 

    Ekspansi NATO ke Ukraina dianggap mengganggu keamanan nasional Rusia. 

    Hal inilah yang memicu terjadinya konflik Rusia – Ukraina semakin memanas.

    Alasan lain adalah Rusia juga mendukung gerakan separatisme di Semenanjung Krimea milik Ukraina pada 2014. 

    Dan baru-baru ini, Presiden Vladimir Putin mengakui kedaulatan daerah Donetsk dan Luhansk. 

    Presiden Vladimir Putin juga mengirim pasukan ke dua daerah itu, meski dunia internasional masih mengakui dua daerah itu sebagai milik Ukraina, sehingga otomatis langkah Putin disamakan dengan membawa pasukan ke Ukraina.

    Keputusan Presiden Vladimir Putin ini tentu memicu geramnya Ukraina terhadap Rusia yang semakin memanas hingga mendorongnya untuk melakukan perlawanan terhadap Rusia.

    B. DITEMUKANNYA LABORATORIUM BIOMEDIS RAHASIA AS DI UKRAINA.

    Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa ada sekitar 30 laboratorium biomedis telah didirikan di Ukraina dan secara aktif bekerja sama dengan militer AS. 

    Amerika Serikat telah menutupi Ukraina dengan jaringan laboratorium biologi yang terhubung dengan Pentagon.

    Laboratorium senjata biologi rahasia ini telah beroperasi sejak kudeta 2014 di Ukraina. Dan kedatangan mereka bertepatan dengan lonjakan penyakit menular di wilayah tersebut, termasuk campak Jerman, difteri, dan TBC.

    Keberadaan sejumlah besar agen biologis menunjukkan bahwa laboratorium ini terlibat dalam beberapa program biologi militer.

    Khususnya, satu laboratorium di kota Lviv (Ukraina Barat) yang menghancurkan hingga 320 wadah patogen yang menyebabkan wabah pes, demam Malta, dan penyakit lainnya. 

    Kerjasama Ukraina dengan AS dalam mengembangkan senjata biologis untuk program biologi militer ini tentu berbahaya karena dapat mengganggu kedaulatan bangsa yang juga melanggar Konvensi Senjata Biologis.

    Rusia mengklaim bahwa Pusat Penelitian Lugar, laboratorium yang didanai AS di Georgia, melakukan sejumlah eksperimen berbahaya dan harus dihentikan karena mengancam pertahanan dan kemaanan bangsa termasuk kedaulatan Rusia.

    C. PELUANG AS MEMBANGUN LABORATORIUM SENJATA BIOLOGI DI INDONESIA  
     
    AS pernah membangun laboratorium militer di Indonesia yakni NAMRU-2. 

    Keberadaan NAMRU-2 di Indonesia menimbulkan kontroversi kala itu. 

    Tercatat sejak 16 Oktober 2009, NAMRU-2 sudah tidak beroperasi lagi. 

    Mantan Menkes Siti Fadilah Supari menyatakan bahwa keberadaan NAMRU-2 mengganggu kedaulatan Indonesia, sebab, pusat penelitian itu meneliti virus yang dilakukan Angkatan Laut AS, dan keberadaan NAMRU-2 sempat menjadi kontroversi.

    NAMRU-2 pertama kali berada di Indonesia pada tahun 1970 untuk meneliti virus-virus penyakit menular bagi kepentingan Angkatan Laut AS dan Departemen Pertahanan AS. 

    Kontrak NAMRU-2, unit riset virus milik Angkatan Laut AS, dengan RI sudah habis sejak Januari 2000. 

    Namun pada praktiknya masih berlangsung kegiatan penelitian hingga 2005.

    Mantan Menkes Siti Fadilah Supari langsung menghentikannya pada 2009 dan resmi ditutup pada 2010. 

    Siti Fadilah Supari melarang seluruh rumah sakit mengirimkan sampel ke NAMRU-2 untuk diteliti. 

    Banyak pihak mencurigai keberadaan NAMRU-2 menjadi sarana kegiatan intelijen AS dengan berkedok riset.

    Benarkah NAMRU-2 sudah angkat kaki dari Indonesia? Hal ini perlu diinvestigasi mengingat penting adanya kecurigaan mengenai keberlanjutan proyek NAMRU di Indonesia yang dapat membahayakan kedaulatan nasional. 

    Dalam sebuah seminar bertajuk “Strategi mencegah Dibukanya Kembali NAMRU-2 AS di Indonesia” yang diselenggarakan Global Future Institute (GFI) tahun 2018, disampaikan adanya informasi bahwa sejak 2012, sudah dimulai upaya membuka kembali lab milik militer AS itu di Indonesia.


    GFI melansir informasi dari lingkar dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, sedang mempersiapkan sebuah nota kesepakatan baru dengan pihak pemerintah AS mengenai keberlanjutan proyek NAMRU-2 di Indonesia.

    Inti dari kesepakatan baru itu ialah mengizinkan kembali proyek NAMRU-2 beroperasi di tanah air. 

    GFI menyebut, sumber internal Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat mendesak Indonesia membuka kembali proyek penelitian NAMRU-2 dengan dalih semakin menyebarnya virus HINI sebagai penyebab flu babi di dunia, sehingga keberlanjutan penelitian NAMRU-2 dalam bidang penyakit menular semakin penting untuk dibuka kembali di Indonesia.

    Bukan hanya itu, program AS lain yang tak kalah penting untuk diwaspadai oleh Pemerintah Indonesia saat ini adalah program kemitraan Pemerintah Indonesia dengan USAID dan TAF. 

    Melalui Program Empowering Access to Justice (MAJU) oleh USAID dan TAF sejak tanggal 9 Agustus 2016, telah melakukan pengumpulan data dan advokasi berbasis bukti di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Papua.

    Selain itu, melalui Program Pembangunan Laboratorium Kesehatan Masyarakat USAID di Papua pada 2021, USAID dan TAF bersedia melakukan penelitian penyakit menular seperti TBC, AIDS, Zoonsis (Leptospirosis, Rabies) dan Tropical Diseases. Di satu sisi, program tersebut menguntungkan karena memajukan potensi masyarakat dan meningkatkan pemberdayaan warga negara.

    Namun di lain sisi, Pemerintah Indonesia perlu waspada terhadap AS melalui agen TAF dan USAID ini sebab pengembangan penelitian, pengumpulan sampel, dan pengumpulan data masyarakat di beberapa daerah dikhawatirkan disalahgunakan untuk intelijen AS berkedok riset.

    D. DAMPAK NEGATIF ADANYA LABORATORIUM AS DI INDONESIA 

    Pembangunan laboratorium biologi militer AS di Indonesia akan berdampak buruk bagi Indonesia. Keberadaan laboratorium biologi militer AS di Indonesia harus diwaspadai, karena dapat disalahgunakan untuk mengembangkan senjata biologi yang sangat berbahaya untuk pertahanan dan keamanan bangsa, contohnya adalah membuat organisme makroskopis yang secara genetik sudah dimodifikasi untuk memproduksi toksin atau racun berbahaya.

    Berbagai agen biologi patogen juga dapat direkayasa secara genetik agar lebih tahan atau stabil pada kondisi lingkungan yang kurang memiliki resistensi terhadap antibiotik, vaksin, dan terapi yang sudah ada sehingga sangat berbahaya bagi keamanan bangsa.

    Selain itu, pengaruh adanya laboratorium biologi militer AS dikhawatirkan mengembangkan bioteknologi militer yang dimanfaatkan untuk pembuatan agen biologi yang tidak dapat dikenali oleh sistem imun atau antibodi tubuh karena profil imunologisnya telah diubah.

    Apabila senjata biologi yang telah dikembangkan dimanfaatkan untuk bioterorisme atau penyalahgunaan lainnya maka akan timbul kekacauan di dunia. 

    Pemerintah Indonesia perlu waspada dan mengambil sikap tegas untuk menutup akses peluang pembangunan kembali laboratorium biomedis rahasia milik militer AS demi mewujudkan perdamaian dan kedaulatan nasional.

    Pemerintah perlu menyadari bahwa keberadaan NAMRU-2 maupun program pengumpulan data yang dilakukan USAID melalui agen TAF tidak memberikan manfaat untuk Indonesia. 

    Sebaliknya, justru menjadi ancaman tersendiri bagi bangsa Indonesia sebagai perang nir-militer melalui bidang kesehatan.

    Bahkan terungkap pula bahwa beberapa tahun silam, kantor NAMRU-2 di Indonesia menjadi markas terselubung intelijen Angkatan Laut Amerika Serikat untuk pengembangan senjata biologis pemusnah massal, pun juga pengumpulan data yang dilakukan USAID melalui TAF tiada lain adalah pengembangan intelijen AS berkedok riset.

    Langkah preventif Pemerintah Indonesia menyikapi kekhawatiran adanya intelijen AS dalam pengembangan riset biologis perlu disertai dengan penolakan tegas kerjasama dengan AS dalam hal riset maupun pengumpulan data warga Indonesia demi pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia dari ancaman militer senjata biologi.

    Penulis : Hadi
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini