Jakarta, Kabartujuhsatu.news, Transformasi kebijakan pertanian yang dijalankan Kementerian Pertanian (Kementan) dinilai menjadi tonggak penting dalam penguatan ketahanan pangan nasional.
Kebijakan tersebut tidak lagi dipahami sebatas program jangka pendek, melainkan sebagai upaya sistematis untuk membangun ekosistem pangan yang tangguh, berkelanjutan, dan berorientasi bisnis.
Akademisi Universitas Andalas (Unand), Muhammad Makky, menilai kepemimpinan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menunjukkan perubahan signifikan dalam tata kelola sektor pertanian nasional.
Menurutnya, negara kini hadir secara aktif sebagai penggerak utama ekosistem pangan, bukan sekadar regulator.
“Yang kita lihat hari ini adalah pendekatan berbasis ekosistem. Kebijakan pertanian tidak lagi bersifat proyek pemerintah semata, tetapi dirancang dengan mempertimbangkan skala bisnis dan keberlanjutan,” ujar Makky dalam sebuah forum diskusi, Jumat (26/12/2025).
Ia menjelaskan, arah kebijakan Kementan menempatkan kepastian usaha sebagai fondasi utama. Kepastian tersebut mencakup ketersediaan sarana produksi, stabilitas harga, hingga jaminan pasar bagi hasil pertanian.
Dengan demikian, petani memiliki rasa aman untuk meningkatkan produksi sekaligus berinvestasi dalam usaha tani.
Makky menilai, penguatan ekosistem pangan dilakukan melalui intervensi yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.
Pemerintah tidak hanya fokus pada peningkatan produksi, tetapi juga memperbaiki infrastruktur pertanian, sistem irigasi, distribusi, hingga pengelolaan cadangan pangan nasional.
“Penyediaan pupuk, benih unggul, alat dan mesin pertanian, serta program optimasi dan rehabilitasi lahan menjadi faktor kunci.
"Dengan sistem irigasi dan drainase yang baik, produktivitas bisa tetap terjaga meski menghadapi perubahan iklim ekstrem,” ungkapnya.
Selain itu, ia menyoroti upaya pemerintah dalam menyederhanakan birokrasi layanan pertanian.
Akses terhadap pupuk subsidi, benih, dan alsintan kini dinilai semakin mudah dan fleksibel, sehingga menjangkau lebih banyak petani dan pelaku usaha tani.
“Rantai birokrasi yang lebih pendek membuat petani lebih mudah mengakses kebutuhan produksi. Ini penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan mempercepat pertumbuhan sektor pertanian,” katanya.
Dari sisi hilir, Makky menilai kehadiran pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan mengawal distribusi pangan merupakan langkah strategis.
Melalui pengelolaan stok dan pengawasan pasar, fluktuasi harga dapat ditekan sehingga produsen dan konsumen sama-sama terlindungi.
“Intervensi pemerintah memberikan rasa dikawal. Petani tidak hanya diberi kemudahan akses produksi, tetapi juga kepastian bahwa hasil panen mereka memiliki nilai ekonomi yang terjamin,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya insentif bagi petani sebagai produsen utama pangan nasional. Salah satu bentuk insentif tersebut adalah penjaminan harga hasil panen yang memberikan kepastian keuntungan di akhir masa produksi.
“Dengan harga yang dijamin, petani memiliki motivasi kuat untuk meningkatkan produksi. Ini menjadi kunci keberlanjutan sektor pertanian,” ujarnya.
Menurut Makky, pendekatan berbasis ekosistem ini memiliki dampak jangka panjang yang besar, tidak hanya terhadap peningkatan produksi, tetapi juga terhadap regenerasi petani dan kepercayaan pelaku usaha.
Ia meyakini transformasi kebijakan pertanian yang saat
ini berjalan akan memperkuat posisi Indonesia dalam mewujudkan swasembada pangan yang adaptif dan mandiri.
Sebagai informasi, sektor pertanian nasional terus menunjukkan perkembangan positif melalui berbagai kebijakan strategis yang bertujuan meningkatkan produktivitas, kesejahteraan petani, serta ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.
(Red)



