Kado Pahit Ulang Tahun Kota Daeng, Perang Kelompok Pecah di Kuburan, Warga Hidup dalam Ketakutan
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Layanan Publikasi Media Online : Iklan, Berita, Banner

    Layanan Publikasi Media Online : Iklan, Berita, Banner
    Klik Gambar Inaproc Kabartujuhsatu di Kolom Pencarian

    Daftar Blog Saya

    Kado Pahit Ulang Tahun Kota Daeng, Perang Kelompok Pecah di Kuburan, Warga Hidup dalam Ketakutan

    Kabartujuhsatu
    Kamis, 06 November 2025, November 06, 2025 WIB Last Updated 2025-11-07T05:31:25Z
    masukkan script iklan disini


    Makassar, Kabartujuhsatu.news,
    Ironi kembali menyelimuti langit Kota Daeng. Di saat seharusnya warga menyambut perayaan HUT ke-418 Kota Makassar dengan suka cita, justru yang terdengar adalah dentuman petasan, suara kaca pecah, dan panah yang melesat di udara.


    Ya, kuburan, tempat orang mati beristirahat, kini menjadi saksi hidup matinya nalar manusia.


    Bentrok antarkelompok kembali pecah di Pekuburan Beroanging, Kecamatan Tallo, Kamis dini hari (6/11/2025).


    Dua kelompok warga, Kampung Sapiria dan Kampung Borta, saling serang menggunakan batu, busur, hingga petasan.


    Percikan api dari ledakan bahkan sempat menimbulkan kebakaran kecil di permukiman padat.


    Warga panik, anak-anak menjerit ketakutan, dan malam berubah jadi panggung horor.


    “Setiap malam kami dihantui bunyi ledakan dan panah yang melesat di udara. Anak-anak takut keluar rumah. Polisi harus tegas!” kata Abd Rahman Ocha, warga Tallo.


    Humas Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sulsel, Zhoel SB, menilai maraknya perang kelompok ini sebagai “kado pahit” menjelang hari jadi Makassar.


    Menurutnya, fenomena tersebut menggambarkan lemahnya sistem keamanan sosial dan penegakan hukum di akar masyarakat.


    “Ini pekerjaan rumah besar bagi Kapolda Sulsel yang baru dilantik, Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro. Situasi ini menyangkut citra kota dan kenyamanan warga Makassar,”tegas Zhoel.


    Zhoel juga mengingatkan bahwa konflik horizontal ini bukan hanya persoalan kriminalitas, melainkan indikasi rapuhnya ikatan sosial dan empati antarwarga di tengah kota metropolitan yang terus tumbuh.


    Bentrok di Tallo bukan satu-satunya. Dalam beberapa bulan terakhir, insiden serupa juga terjadi di Lembo, Layang, dan Rappokalling.


    Makassar seakan memiliki “jadwal tetap” perang kelompok, berlangsung silih berganti tanpa ujung, seolah aparat hanya jadi penonton tetap dalam film kekerasan tahunan.


    “Kalau bentrok terjadi di titik yang sama berulang-ulang, berarti ada yang tidak berjalan efektif dalam penegakan hukum,” tambah Zhoel.


    Perayaan hari jadi seharusnya menjadi momen refleksi dan syukur. Namun kali ini, Makassar justru berkabung dalam kegelisahan.


    Kota yang dikenal ramah dan religius seakan kehilangan kedamaian yang menjadi jati dirinya.


    Warga berharap agar aparat dan pemerintah tidak hanya turun tangan karena sorotan kamera, tetapi karena panggilan nurani.


    Sebab yang rakyat butuhkan bukan sekadar janji aman, melainkan rasa aman yang benar-benar hidup di tiap lorong Makassar.


    “Negeri ini tak butuh banyak pidato. Cukup satu tindakan nyata yang menenangkan rakyatnya,”tutup Zhoel dengan nada tajam.


    Ulang tahun kota seharusnya menjadi pengingat tentang kematangan dan kebersamaan. Namun kali ini, usia 418 justru mencerminkan betapa masih banyak pekerjaan rumah yang belum selesai, terutama dalam menghadirkan kedamaian di kota yang terus tumbuh dan berubah.


    Makassar tak butuh seremonial megah, cukup ketenangan di malam hari dan tawa anak-anak yang bisa bermain tanpa rasa takut.


    Sebab kota yang besar bukan diukur dari umurnya, melainkan dari seberapa dalam rasa aman dan damainya bisa dirasakan oleh setiap warganya.


    (AP/*)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini