Langkat, Kabartujuhsatu.news, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Alexander Halim alias Akuang dan Imran, Kepala Desa Tapak Kuda, atas perambahan 210 hektar kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut (SM KG-LTL). Jumat (29/8).
Selain hukuman penjara, keduanya juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar dan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp797,6 miliar.
Majelis hakim menyatakan bahwa kerugian lingkungan dan ekonomi akibat perambahan mencapai hampir Rp800 miliar, termasuk kerugian ekologis dan biaya pemulihan lingkungan.
Ketua majelis hakim, M Nazir, menegaskan bahwa putusan tersebut sebagai bentuk penegakan hukum atas korupsi penguasaan dan pengalihfungsian kawasan hutan lindung yang dilindungi undang-undang.
Meski telah divonis, terpidana Alexander Halim hingga saat ini belum ditahan dengan alasan proses banding masih berjalan.
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah mengajukan banding atas putusan tersebut, menginginkan hukuman yang lebih berat sesuai tuntutan awal.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut, Dr Harli Siregar, menyatakan bahwa pihaknya sudah resmi mengajukan banding untuk mendapatkan keadilan yang lebih tegas.
Selain itu, muncul dugaan bahwa koperasi milik Alexander Halim, Koperasi Sinar Tani Makmur (STM), masih melakukan panen sawit di lahan perambahan hutan yang telah disita oleh pengadilan.
Kepala Kejari Langkat melalui Kasi Intel Ika Luis Nardo mengungkapkan bahwa lahan tersebut kini dititipkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Utara untuk pengawasan.
Namun, pihaknya belum mengetahui secara pasti apakah aktivitas panen masih berlangsung dan berjanji akan menyampaikan informasi ini ke Jaksa Penuntut Umum.
Kasus ini bermula sejak 2013 ketika Alexander Halim meminta Kepala Desa Tapak Kuda membuat surat keterangan tanah untuk lahan di kawasan hutan konservasi.
Lahan tersebut kemudian dimanipulasi menjadi dokumen kepemilikan dan hendak diubah menjadi Sertifikat Hak Milik, meskipun secara hukum kawasan itu tidak dapat dimiliki karena statusnya sebagai hutan lindung.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan merupakan lembaga peradilan khusus yang menangani kasus korupsi di wilayah Sumatera Utara. Pengadilan ini berkomitmen menegakkan hukum secara adil dan transparan demi menjaga kelestarian lingkungan dan kepentingan negara.
(RZ)