Sidoarjo, Kabartujuhsatu.news, Perjuangan Febry Firdaus untuk menegakkan keadilan justru membawa dirinya ke pusaran masalah yang lebih rumit.
Alih-alih mendapat perlindungan hukum, ia malah berhadapan dengan tuduhan pencurian dari pihak yang dilaporkannya.
Febry semula melaporkan atasannya, berinisial G, atas dugaan penggelapan dalam jabatan sesuai Pasal 374 KUHP. Namun laporan itu berbalik arah. G justru melaporkannya kembali dengan tuduhan pencurian.
Yang lebih memprihatinkan, Febry dan dua rekannya dipanggil oleh Kanit Reskrim Polsek Krian bukan melalui prosedur formal, melainkan hanya lewat sambungan telepon dan pesan singkat.
Pemanggilan dilakukan pada Kamis (3/7/2025) dan berlangsung sejak pagi hingga malam. Mereka kemudian langsung diinterogasi oleh penyidik berinisial S, tanpa penjelasan status hukum mereka secara resmi.
Puncaknya, sekitar pukul 21.00 WIB, mereka bertiga dipertemukan dengan pelapor G di kantor polisi. Dalam pertemuan tersebut, G meminta agar ketiganya membayar uang Rp5 juta per orang, serta menyerahkan gaji dan dana yang disebut-sebut sebagai “hasil penggelapan”.
Tuntutan tersebut diajukan dengan dalih penyelesaian damai, yang dihadiri langsung oleh penyidik.
“Saya tidak merasa mencuri. Masuk ke rumah kos itu dengan izin pemilik kos, bukan mengendap-endap. Kami hanya mencari G yang tiba-tiba menghilang dan lepas tanggung jawab,” tegas Febry kepada wartawan.
Merasa proses yang dijalani tidak adil, Febry pun berkonsultasi ke Bidang Propam Polda Jawa Timur.
Ia akhirnya melaporkan secara resmi dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh oknum Kanit dan penyidik Polsek Krian.
Upaya konfirmasi wartawan kepada Kanit Reskrim Polsek Krian, berinisial D, hanya dijawab singkat. “Kasusnya dua-duanya diproses,” ujarnya sebelum menutup telepon secara sepihak.
Sementara itu, Kapolsek Krian Kompol Atmagiri saat dikonfirmasi Minggu (6/7), membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut.
Ia mengatakan bahwa kasus ini masih dalam penanganan, dan kedua pihak memilih jalur kekeluargaan, meskipun belum ada titik temu.
“Penyidik tidak ikut dalam mediasi. Kasusnya masih berproses, karena keduanya saling lapor,” jelas Kapolsek.
Kasus ini menyita perhatian kalangan pemerhati hukum dan insan pers, terutama karena muncul dugaan kriminalisasi terhadap pelapor serta pemanggilan yang tidak sesuai prosedur.
Desakan agar aparat penegak hukum transparan dan profesional pun mulai mengemuka.
Febry berharap agar dirinya dan rekan-rekannya mendapatkan pendampingan hukum yang memadai, serta perlindungan dari tekanan yang tidak seharusnya diterima oleh seorang pelapor.
(Redho)