Luwu Timur, Kabartujuhsatu.news, Suasana Kabupaten Luwu Timur yang semula dipersiapkan menyambut kedatangan Menteri Perhutanan RI, Jumat 13 Juni 2025, mendadak berubah tegang.
Ratusan warga yang tergabung bersamaLembaga Swadaya Masyarakat Peduli Kebenaran (LSM-Gempa) turun ke jalan dalam aksi spontan, menumpahkan kemarahan atas konflik lahan yang sudah terlalu lama dibiarkan.
Aksi ini dipimpin langsung oleh Ketua LSM-GEMPA, Fadel Anzar, yang dikenal luas dengan sapaan Ebo.
Dalam orasinya, Ebo menyebut bahwa PT Vale tak hanya merusak lingkungan, tapi juga merampas hak hidup masyarakat di Dusun Kuari (Lembosout), yang merupakan tempat kerusakan lahan, rusaknya tanaman, dan potensi bencana kini menjadi ancaman nyata.
“Kuari bisa jadi bom waktu! Tapi apa yang dilakukan PT Vale? Mereka diam. Apa yang dilakukan DPRD? Lebih diam lagi!” teriak Ebo di tengah aksi yang mengguncang akses tambang.
Sudah lebih dari setahun masyarakat mengeluhkan kerusakan lahan akibat aktivitas tambang. Namun upaya penyelesaian tak kunjung datang.
Bahkan surat resmi yang dilayangkan LSM-GEMPA kepada DPRD untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pun diabaikan begitu saja.
Diamnya DPRD dan bungkamnya PT Vale, bagi Ebo, bukan lagi kelalaian biasa, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.
“Kalau rakyat sudah bicara, tapi parlemen malah menutup telinga, maka demo adalah jalan satu-satunya,” tegas Ebo.
Tak hanya soal lahan. Aksi ini juga menyoroti ketimpangan dalam perekrutan tenaga kerja.
PT Vale yang menjanjikan pemberdayaan lokal justru dinilai lebih banyak menggunakan tenaga dari luar, meninggalkan warga sekitar sebagai pengangguran di kampung sendiri.
“Mereka gali tanah kami, tapi tak beri kami kerja. Mereka rusak kebun kami, lalu lari dari tanggung jawab,” seru Ebo lantang, yang disambut sorakan warga.
Di tengah simbol-simbol negara dan pejabat pusat yang sedang berkunjung, suara rakyat membelah udara. Spanduk bertuliskan “Kami Butuh Keadilan, Bukan Seremoni!” berkibar di barisan terdepan aksi.
LSM-GEMPA menegaskan, jika hingga waktu yang tidak lama PT Vale dan DPRD tak juga merespons, mereka akan memperluas perlawanan, membentuk aliansi masyarakat lintas desa dan mengirimkan laporan resmi ke pemerintah pusat serta lembaga independen nasional.
“Kami tak akan diam. Kami bukan lawan yang bisa dibeli. Kami rakyat, dan kami pemilik tanah ini,” tutup Ebo.
LSM-GEMPA tak hanya menyuarakan kritik. Ia mengingatkan: bahwa hak rakyat bukan hadiah, tapi kewajiban yang harus ditegakkan. Dan jika negara gagal, rakyat akan bergerak sendiri.
(Isk)