Jakarta, Kabartujuhsatu.news,--Masih kuat dalam ingatan kita Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan mencatat, hingga saat ini total aset negara mencapai Rp 10.467,53 triliun. Aset ini meningkat hingga 65% dibandingkan posisi terakhir di 2018 yang tercatat sebesar Rp 6.325,28 triliun.
Namun ada suatu paradoks atau dilema di balik peningkatan aset NKRI bahwa terindikasi kehilangan pemimpin yang membela rakyat. Sehingga kekayaan aset tersebut menjadi lumbung kerakusan para pemodal sedangkan rakyat hanya bisa menonton angka-angka. Demikian diungkapkan oleh Elidanetti, SH., MH., CPLC aktivis perempuan yang menjadi anggota Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).
Elidanetti mengungkapkan sekarang ini dirasakan adanya oknum penguasa otoriter yang tidak amanah dan kurang paham isi Pancasila. Hal ini berefek kepada rakyat yang merasa tersakiti dengan berbagai kebijakannya.
"Rakyat membutuhkan penegakan keadilan seadilnya-adilnya secara menyeluruh, karena itu adalah amanah konstitusi tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Ketika rakyat tidak mendapatkan keadilan, terus mau mengadu ke mana lagi? "Jelas Elidanetti kepada awak media di Jakarta, Senin (10/5).
"Adil ialah menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak yang empunya dan jangan berlaku zalim di atasnya. Berani menegakkan keadilan, walau mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian."Jelasnya.
"Pemimpin harus bisa bersikap adil, jujur, dan tidak semena-mena. Pemimpin tidak boleh mencelakai rakyat dan bangsanya. Pemimpin tidak boleh zalim.
”Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.”(QS Asysyura [42]: 42).”Barang siapa yang menipu kami, bukanlah dia dari golongan kami.” (HR Muslim). "tegas Elidanetti
Laporan: JL/Sw