Ini Fakta, Menikah Beda Generasi, Bora Warga Desa Bana Istrinya Ternyata !!!
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Daftar Blog Saya

    Ini Fakta, Menikah Beda Generasi, Bora Warga Desa Bana Istrinya Ternyata !!!

    Kabartujuhsatu
    Minggu, 11 April 2021, April 11, 2021 WIB Last Updated 2021-04-11T18:19:27Z
    masukkan script iklan disini


    Bora (58) bersama istri Ira (19) saat di pelaminan (Foto Istimewa)

    Kabartujuhsatu.news- Kisah pernikahan beda generasi di Sulawesi Selatan kembali jadi perbincangan.


    Kali ini, ceritanya dari pedalaman Bone, sekitar 189 km dari Makassar, ibu kota provinsi Sulsel.


    Adalah La Bora (58 tahun), melamar dan menikahi Ira Fazilah (19 tahun), Rabu (6/4/2021).


    La Bora dan Ira Fazilah merupakan warga Dusun Cappiga, Desa Bana, Kecamatan Bontocani, sekitar 72 km sebelah selatan Watampone, ibu kota Kabupaten Bone.


    Selisih usia pasangan ini 39 tahun.


    Pernikahan ini ternyata diam-diam atau tak tercatat oleh otoritas setempat, Kantor Urusan Agama (KUA).


    Kantor urusan agama menyebut pernikahan ini “siri” dan belum diakui negara.


    “Pernikahannya hanya disaksikan kepala desa tapi tak tercatat di lembar negara.” ujar Dr Wahyuddin Hakim, Kepala Kantor Agama Bone, dilansir Tribun, Kamis (8/4/2021).


    Pasangan kekasih Bora dan Ira (Foto Istimewa).

    Bukan pasangan ideal, namun keduanya ternyata ‘pacaran’ dan saling suka.


    Bagi Bora, ini adalah debut pernikahnya.


    Sedangkan bagi Ira, ini adalah pernikahan keduanya.


    “Informasi dari imam desa, mempelai pria katanya perjaka, kalau yang perempuan janda tanpa anak,” ujar Haji Abdul Aziz, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Bontocani dilansir Tribun.news.


    Kepala KUA menyebut, pernikahan pertama Ira tahun 2018 lalu.


    Namun di awal masa pandemi, Ira bercerai dengan suaminya warga kampung tetangga, Desa Bulu Sirua.


    “Waktu mempelai wanita menikah 3 tahun lalu, dia masih di bawah umur dan tak tercatat di KUA. Waktu cerai juga tidak tercatat.”


    KUA menduga, inilah alasan kenapa pihak keluarga Ira tak melaporkan akad nikahan keduanya dengan di kantor KUA.


    “Mungkin karena takut ketahuan, pernah menikah dulu, akhirnya saat menikah dengan Bora juga tak melapor ke pecatat nikah desa dan KUA.”.


    Rumah kedua mempelai masih radius 5 km dari kantor KUA kecamatan.


    “Dekat, cuma medannya ke sana kalau musim hujan bisa dua jam baru sampai, karena masih jalan berlumpur.”


    Kampung kedua mempelai termasuk pedalaman Sulsel yang berada di pegunungan.


    Lokasinya berada di perbatasan Bone, Maros, Gowa, dan Sinjai.


    Warga Desa ini mayoritas petani pekebun.


    Bana adalah satu dari 10 desa di kecamatan Bontocani Kabupaten Bone.


    Selain Kahu, ibukota kecamatan ada delapan desa lainnya; Bontojai ,Bulu Sirua, Erecinnong, Lamoncong Langi, Mattirowalie, Pammusureng, Pattuku dan Watang Cani, Penduduk Desa Bana Kecamatan Bontocani sekitar 2.267 jiwa.


    Dengan luas 69,1 km2 atau sepertiga luas Kota Makassar (199,1 km2), kepadatan penduduk desa ini hanya 33 orang per kilometer.


    Bandingkan dengan kota Makassar yang setiap kilo meter perseginya dihuni 8.580 orang.


    Rerata per bulan pernilkahan di desa ini sekitar 10 peristiwa nikah.


    “Tahun lalu, itu pas saya baru menjabat KUA 142 peristiwa dalam setahun, ya rata-rata 10 lah, paling banyak jelang Bulan Puasa dan setelah panen, atau setelah lebaran haji,” ujar Aziz.


    Dia menyebut, tahun lalu ada warganya yang menikah di bawah usia 16 tahun. Namun karena tak dapat rekomendasi dari pengadian, pernikahan itu tertunda.


    Dr Wahyuddin Hakim juga menyebut Dua tahun ini, kita terus menkampanyekan larang menikah di bawah umur.


    Dia menyebut pernikahan dini masih jadi fenomena umum di wilayah tugasnya.


    “Karena di pedalaman sekitar 70 km dari kota (Bone), pernikahan dini di wilayah Bontocani memang termasuk tinggi. Ini tantangannya. Banyak yang belum tercatat di KUA” kata mantan Kepala MTSn Makassar ini.


    Masih Kerabat


    Bora adalah petani pemilik lahan kebun sawah dan bekas perantau Kolaka, Sulawesi Tenggara.


    Sedangkan si Ira, adalah hanya tamatan sekolah menengah.


    Mereka berdua juga masih memiliki hubungan keluarga.


    Akad nikahnya berlangsung di rumah nenek mempelai perempuan di Dusun Cappiga, Desa Bana, Rabu (7/4/2021).


    Sejumlah tamu undangan hingga malam masih terus berdatangan menyampaikan ucapan selamat kepada kedua mempelai.


    Bora dan Ira terlihat bahagia dengan pakaian adat baju Bugis berwarna putih.


    Kepala Desa Bana, Ishak mengatakan Bora melamar Ira pada Kamis 25 Maret lalu.


    "Prosesi lamaran 13 hari lalu. Ira dipinang dengan mahar Rp10 juta dan satu hektare tanah," katanya melalui sambungan video call.


    Dia menyampaikan sampai saat ini kedua mempelai masih duduk di pelaminan. Tamu pun masih terus berdatangan.


    "Setelah itu, keduanya akan melakukan ritual Mappasewada atau mempertemukan sepasang pengantin sebagai ritual akhir dalam prosesi pernikahan bugis. Setelah itu baru buka baju," celetuknya.


    Ishak menyampaikan, Ira menerima lamaran Bora karena iba. Tak ada yang merawatnya di usia tua.


    "Bora ini lajang, belum pernah nikah. Ira mengaku menerima lamaran karena Bora sudah tua dan tinggal sendiri di rumahnya. Dia ingin merawat sampai akhir hayatnya," jelasnya.


    Kata Ishak, Bora sehari-hari bekerja sebagai petani. Sementara Ira tidak bekerja.


    Ira merupakan anak pertama dari empat bersaudara.


    Usai menikah kedua pasangan ini akan tinggal di rumah mempelai laki-laki.


    Untuk diketahui, Desa Bana, Kecamatan Bontocani berada di pegunungan. Lokasinya dari Kota Watampone berjarak 104 kilometer dengan waktu tempuh sekiar 3 jam.


    Akademisi dari UIN Alauddin Makassar Dr. Zulhasari Mustafa menyebut pernikahan itu tak diakui hukum fiqhi Indonesia, namun “sah” dari tinjauan fiqhi Islam.


    “Persoalannya kan ini Indonesia. Bukan negara Islam. Jadi pernikahan itu termasuk ilegal kalau tak tercatat di KUA.”


    Akademisi UIN lainnya, M Syukri Thahir MAg menyebut hal serupa.


    Menurutnya, pencatatan nikah di KUA penting, bukan tentang pengesahan hubungan suami istri sahaja, melainkan tentang hak waris.


    Baginya pencatatan nikah juga diperlukan untuk jangka panjang. Misalnya hak waris.


    “Kalau nanti ada anaknya. Dan ada warisan untuk anak, bagaimana membagi waris kalau tak ada bukti otentik pernikahan.” kata Syukri yang juga Wakil Ketua MUI Sulut ini.(*)


    Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pernikahan Pria 58 Tahun dengan Gadis 19 Tahun Tak Tercatat di KUA, Pengantin Wanita Ternyata Janda.



    # pernikahan terpaut usia # Sulawesi Selatan # Makassar # Kabupaten Bone.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini