Banyak Guru Terjerat Pinjol dan Rentenir, Dewan Pendidikan Soppeng Ajak Perbankan Turun Tangan
  • Jelajahi

    Copyright © kabartujuhsatu.news
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Layanan Publikasi Media Online : Iklan, Berita, Banner

    Layanan Publikasi Media Online : Iklan, Berita, Banner
    Klik Gambar Inaproc Kabartujuhsatu di Kolom Pencarian

    Daftar Blog Saya

    Banyak Guru Terjerat Pinjol dan Rentenir, Dewan Pendidikan Soppeng Ajak Perbankan Turun Tangan

    Kabartujuhsatu
    Kamis, 09 Oktober 2025, Oktober 09, 2025 WIB Last Updated 2025-10-10T05:03:29Z
    masukkan script iklan disini


    Soppeng, Sulsel, Kabartujuhsatu.news, Fakta mencengangkan terungkap dari hasil polling internal yang dilakukan Dewan Pendidikan Kabupaten Soppeng.


    Lembaga independen yang menaungi kebijakan pendidikan daerah itu menyebut sekitar 30 persen pendidik di Soppeng diketahui telah terjerat pinjaman online (pinjol) dan praktik rentenir.


    Polling dilakukan secara tertutup melalui platform WhatsApp pada 1–7 Oktober 2025.


    Responden merupakan para guru dari tingkat TK hingga SMA/SMK di berbagai kecamatan di Soppeng, yang dipilih menggunakan metode multistage random sampling.


    Seluruh jawaban dikirim langsung oleh responden melalui ponsel pribadi mereka.


    Dari hasil sementara tersebut, Dewan Pendidikan memperkirakan sedikitnya 1.200 guru kini menghadapi persoalan keuangan akibat keterlibatan dengan pinjol dan rentenir.


    Angka itu didasarkan pada total jumlah pendidik di Kabupaten Soppeng yang mencapai sekitar 4.000 orang.


    “Ini kondisi yang sangat memiriskan karena terjadi di dunia pendidikan kita,” ujar Ketua Dewan Pendidikan Soppeng, Dr. H. Nurmal Idrus, SE, MM, ke media ini, Kamis (9/10/2025).


    “Bukan hanya pendidik yang terancam dari sisi finansial, tetapi juga ada potensi dampak psikologis dan sosial bagi siswa-siswi yang bergantung pada stabilitas dan ketenangan para guru mereka,” tambahnya.


    Menurut Nurmal, temuan ini bukan sekadar permasalahan ekonomi pribadi, melainkan bisa berimplikasi luas terhadap sistem pendidikan daerah.


    "Guru yang tertekan oleh utang berpotensi kehilangan fokus dalam mengajar, bahkan terjerumus ke dalam siklus utang yang makin dalam.


    “Kita sedang berbicara tentang potensi runtuhnya ekosistem pendidikan. Jika guru kehilangan keseimbangan keuangan, otomatis kualitas pembelajaran dan keteladanan moral pun bisa terganggu,” tegas Nurmal.


    Dewan Pendidikan Soppeng berencana melakukan penelitian lanjutan untuk memastikan validitas data dan menemukan akar permasalahan secara lebih spesifik.


    Riset ini akan melibatkan unsur akademisi dan lembaga keuangan lokal agar bisa menghasilkan rekomendasi kebijakan yang tepat sasaran.


    Menanggapi situasi ini, Dewan Pendidikan Soppeng mengajak pihak perbankan dan lembaga keuangan resmi untuk ikut berperan aktif.


    Langkah yang disarankan adalah meningkatkan literasi keuangan bagi tenaga pendidik dan menyediakan akses pinjaman yang lebih sehat dan transparan.


    “Banyak guru terjerat karena kurangnya pemahaman literasi keuangan. Mereka tidak tahu perbedaan antara pinjaman resmi dan ilegal. Ini celah yang dimanfaatkan rentenir dan pinjol abal-abal,” jelas Nurmal.



    Ia berharap bank-bank daerah, termasuk Bank Sulselbar dan lembaga keuangan mikro resmi, dapat melakukan program edukasi finansial rutin di lingkungan sekolah.


    Selain itu, Dewan Pendidikan juga mendorong agar ada kerja sama penyaluran kredit dengan bunga ringan khusus untuk guru.


    Sebagai tindak lanjut awal, Dewan Pendidikan Soppeng telah menyiapkan beberapa strategi, antara lain:


    Meningkatkan pengawasan terhadap kesejahteraan dan kondisi keuangan guru.


    Menyelenggarakan pelatihan literasi keuangan secara berkala di setiap sekolah.


    Membentuk forum komunikasi guru bebas pinjol, yang berfungsi sebagai wadah saling berbagi pengalaman dan solusi.


    Membangun kemitraan dengan perbankan untuk menciptakan akses finansial yang lebih aman dan terukur.


    “Kami ingin memastikan bahwa guru tidak lagi menjadi korban sistem keuangan yang menjerat. Mereka harus menjadi contoh literasi keuangan yang baik bagi murid-muridnya,” pungkas Nurmal.


    Fenomena guru terjerat pinjol bukan hanya terjadi di Soppeng.


    Sejumlah daerah lain di Indonesia juga mencatat kasus serupa, menunjukkan lemahnya literasi finansial di kalangan pendidik.


    Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan nasional tahun 2022 masih berada di kisaran 49,7 persen, sementara indeks inklusi keuangan mencapai 85 persen.


    Artinya, banyak orang sudah menggunakan produk keuangan tanpa memahami risikonya secara penuh.


    Pemerhati pendidikan menilai, pendidikan finansial harus menjadi bagian dari pembinaan guru, bukan hanya urusan gaji atau tunjangan.


    “Guru yang melek finansial akan lebih stabil emosinya dan fokus pada tugas mendidik,” ujar salah satu pengamat pendidikan Sulawesi Selatan.


    (Red) 

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini