Soppeng, Kabartujuhsatu.news, Dalam sejumlah lomba seni kriya di tingkat sekolah dasar dan menengah, muncul perhatian khusus dari para pakar seni terkait kualitas karya peserta. Senin (5/5/2025).
Banyak karya yang dinilai kurang kreatif karena hanya menempelkan aksesoris jadi dari toko tanpa proses daur ulang yang nyata.
Hal ini menimbulkan hal yang serius bagi perkembangan seni kriya yang sejatinya berbasis kreativitas dan hasrat.
Ir. Hasnawi, M.Sn., pakar kriya dan pemerhati seni pendidikan, menegaskan bahwa karya seni kriya yang memanfaatkan limbah memiliki nilai lebih tinggi dari segi estetika, kreativitas, dan pendidikan.
Menurutnya, “Seni kriya sejatinya lahir dari kemampuan mencipta, bukan menempel. Ketika siswa menggunakan limbah seperti kertas bekas, kardus, botol plastik, atau kain perca, mereka tidak hanya menciptakan karya, tetapi juga belajar tentang kepedulian lingkungan dan nilai-nilai keinginan”.
Ia menambahkan bahwa karya yang hanya menempel aksesoris jadi seperti bunga plastik atau manik-manik pabrikan perlu diketahui keasliannya dan proses kreatifnya.
Hasnawi juga mengimbau para juri lomba seni kriya, khususnya di tingkat kecamatan dan kabupaten, untuk lebih objektif dan obyektif dalam penilaian.
“Jangan sampai karya yang minim kreativitas tetapi penuh dengan hiasan mahal justru mengalahkan karya sederhana yang dibuat dengan tangan sendiri dari bahan bekas".
"Ini bisa mematikan semangat berkarya anak-anak yang sungguh-sungguh berproses,” ujarnya.
Guru-guru seni di berbagai sekolah pun mendukung pandangan ini dan mendorong agar panitia lomba lebih menekankan proses, ide, dan keberanian bereksperimen dalam penilaian.
Dengan pendekatan penilaian yang lebih menitikberatkan pada kreativitas dan nilai edukasi, lomba seni kriya diharapkan tidak hanya menjadi ajang pamer hasil, tetapi juga sarana pendidikan karakter dan pelestarian lingkungan.
(Red)